Tulis yang kamu cari

Analytics

Adv

Humanisme dalam Bahasa Audio Visual

Festival Film Pendek

Pada hari Jum’at, tanggal 20 Januari 2017 lalu, Blogger Eksis menghadiri Malam Anugerah Festival Film Pendek Indonesia (FFPI) 2016 di Bentara Budaya, Jakarta Barat. Dengan tema humanisme, seluruh peserta sudah mencapai babak final dengan karya film pendek masing-masing. Tema humanisme dipilih karena selama ini banyak orang yang mengetahui tentang arti dari humanisme tersebut, namun sulit divisualkan secara konkret. Dari semua karya yang masuk, semua sineas muda Indonesia pun berupaya menciptakan film yang menonjolkan kualitas dengan muatan kearifan lokal daerah masing-masing.

Teka-Teki Dark Memory yang Siap Menghantui



‘Only years of practice will teach you the mysteries and bold certainty of a woman, who treads at random, yet tramples on nothing… .’

“… . Aku berlari di dalam hutan. Aku semangati diri sendiri di puncak kepanikan. Aku mencari jalan keluar, mencari bantuan. Antara sadar dan tidak, aku melihat iblis itu di atas, sayapnya terbuka lebar. Sekarang aku tak berdaya. 

Tidak ada yang bisa dilakukan ..



Aku harus keluar dari sini. Jalan terus … .”


Rachel Saunders seorang wanita yang bekerja sebagai editorial berada disebuah hutan yang gelap nan kelam. Hanya napasnya sendiri, satu hal yang didengarnya. Ada iblis tak dikenal yang mendorong Rachel untuk terus berjalan. Rachel berjalan tanpa arah di dalam hutan. Seperti mencari jarum di tumpukan jerami. Ini sungguhan. Bukan hanya mimpi. Ia pun bertanya dalam hati “Dimana aku? Apa yang terjadi padaku? Siapa aku?...” 

Teka-teki untuk mencari identitasnya pun dimulai. Rachel terus berpikir sesuatu yang hilang dalam dirinya selama berada di Skotlandia. Untung saja, ada kekasih Rachel yang khawatir terhadap keberadaannya bernama Jonathan Lauder, yang masih berada di Inggris. Jonathan memutuskan untuk pergi dan meninggalkan semua pekerjaannya menuju Skotlandia demi menemui Rachel. Meskipun tak ada kabar yang pasti dimana Rachel berada pasca menghadiri pemakaman sahabatnya, bernama Jenny Dougal.
Kehilangan sosok Jenny membuat Rachel kehilangan ingatannya. Ia menderita amnesia. Hal-hal yang baru saja dialaminya sungguh penuh ilusi. Ia hanya bisa mengingat masa lalu saja. Walaupun Jon sempat putus asa mencari Rachel, mereka pun dipertemukan karena Rachel berusaha mengingat nomor ponsel Jon dengan susah payah.

Pertemuan mereka penuh keterasingan karena Rachel belum pulih ingatan seluruhnya. Jon pun memutuskan untuk mendampingi Rachel menyusun teka-teki peristiwa yang baru saja dialaminya. Mereka mulai mengurutkan kejadian dari hal-hal terakhir yang dilakukan oleh Rachel dan meminta kesaksian dari orang-orang yang ditemui Rachel sebelum dinyatakan hilang. Mereka juga mendatangi satu per satu tempat yang bisa memulihkan ingatan Rachel untuk mendapatkan petunjuk.

“ … Ada sesuatu di sana. Akan tetapi, Aku tidur di tempat lain, di bawah bintang-bintang 

di hutan… .”


Upaya yang mereka lakukan tidak sia-sia. Satu per satu petunjuk didapatkan meski menguras emosi menyakitkan. Ketidakpercayaan Rachel akan takdir kematian yang menimpa sahabatnya menjadi trauma mendalam. Petunjuk demi petunjuk juga membuka kembali masa lalunya yang abu-abu. Ilusi berada di ambang batas menuju ke belakang lalu ke depan dan suatu saat bisa kembali ke belakang. Semua masih menjadi teka-teki.

Satu petunjuk yang menguatkan, mereka dapatkan dari sebuah penginapan The Old Wheel. Di dalam kamar no.5, tempat Rachel menginap sebelum pergi menghilang ditemukan sebuah coretan gambar aneh hasil karya dari Rachel yang mendeskripsikan seekor burung atau kelelawar bahkan tampak seperti serigala. Begitu ambigu gambar itu dibuatnya seolah menggambarkan kematian. Namun, Rachel meyakinkan bahwa gambar itu yang ada bersamanya dalam gelap di hutan.

Itu lebih daripada gambar karena objek tampak bergerak dan hidup berkeliaran. Sosok yang ada dalam gambar hidup itu selalu mengikuti Rachel di tengah kedukaan saat melepas Jenny pergi untuk selamanya.  Sepasang mata itu menjadi bayangan dan selalu berada dibalik sarang atau dedaunan lalu terus menatapnya tajam. Namun dari apa yang dilihatnya, Rachel tidak bisa merasakan kebahagiaan ataupun kedamaian. Justru menyisakan kerisauan bahwa Jenny memang masih ada di kehidupan.

Jadi, apakah petunjuk dari gambar itu mampu mengungkap peristiwa apa yang telah terjadi dengan Rachel sehingga Ia kehilangan ingatannya? Apakah Rachel benar-benar berada di hutan atau Ia berada di dalam sarang tanpa batas kesadaran antara masa lalu dan sekarang? Apakah semua kejadian yang dialaminya hanya mimpi atau murni kenyataan? Semua tabir gelap akan teka-teki itu terungkap jelas dalam novel Dark Memory.

***

            Design cover novel Dark Memory memiliki ilustrasi sepasang mata yang menatap tajam cukup mencekam. Didominasi warna hitam yang mengungkap kedukaan membawa para pembaca agar siap mengikuti teka-teki tentang kematian.

            Ada beberapa kelemahan yang tampak dalam buku ini. Kejadian pulihnya ingatan Rachel Saunders terkesan mendadak, masih kurang didramatisir. Kata berimbuhan pun masih ada dan berulang sehingga narasi dibeberapa part kurang asyik dibaca. Harus diperhatikan kembali tata bahasa atau pemilihan kata (diksi) yang lebih pasti. Misalnya “Wanita itu menatap ke kejauhan…. (hal. 26). “Jalan kecil itu berakhir di tepi hutan cemara yang lebat ditingkahi banyak rumah mewah dari kayu dan batu bata. Rachel ingat pernah melihatnya kemarin. (hal. 113). Perumpamaan yang digunakan pun terlalu berlebihan, sebagai contoh “.. matanya kosong seperti buta. Buta dan bisu…”. Majas seperti ini terlalu banyak makna atau ambigu.

Bagiku, buku ini lebih mengarah kepada hal-hal yang bersifat menegangkan belum menakutkan. Membaca prolog novel ini begitu deskriptif dan membutuhkan imajinasi panjang untuk membayangkan. Namun, dibalik itu semua ada banyak hal yang begitu membanggakan.


Bab 1 begitu penuh narasi. Bercerita tentang kondisi amnesia yang imajinatif. Enam halaman tersaji hanya sebagai deskripsi yang menguatkan kisah untuk mempertanyakan tentang jati diri atau kehilangan ingatan (amnesia). Pembaca seolah diajak masuk untuk gali informasi sosok wanita yang lupa diri. Pembaca seperti mencari kepingan teka-teki lain yang muncul dengan sendirinya berdasarkan penuturan saksi-saksi peristiwa. Pembaca akan semakin penasaran dengan membolak-balikkan buku dari halaman satu ke halaman berikutnya.
Keunggulan novel ini dibanding novel-novel lain dengan genre sejenis terletak juga pada penokohan yang detail. Pembentukan karakter Rachel Saunders sebagai seorang yang keras kepala begitu bagus. Penulis mampu menyampaikan dengan dialog, emosi, dan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Rachel. Karakter lain, seperti teman-teman Jenny dan Rachel juga dimunculkan secara tepat. Aktivitas keseharian atau setiap gerakan tokoh yang terlibat didalam dan diluar peristiwa dijelaskan secara runut, teratur, dan lengkap.

Bab 2 dibuat untuk Rachel Saunders menelusuri jejaknya dan berusaha mengembalikan ingatannya. Banyak data dan fakta yang disajikan sebagai petunjuk untuk memecah teka-tekinya. Ada suspence (hal yang mengejutkan) ketika terungkap masa lalu dan kepribadian ganda yang dialami oleh seorang Rachel. Setting atau latar dalam setiap cerita pun tersampaikan dengan kompleks. Bahkan, deskripsi tempat mengenai semua papan reklame atau pengumuman tertulis lengkap disajikan dengan jelas untuk menambah informasi pembaca.

Ada suatu ucapan Jon di bab ini yang aku suka,

“Aku mencintaimu lebih dari yang kau kira, dan aku tersiksa sekali kalau kau tidak percaya padaku. Kita mungkin tidak akan ada di sini kalau saja kau terbuka padaku sejak awal. Kalau saja kau mengizinkan aku hadir di pemakaman bersamamu – sebagaimana mestinya seorang kekasih – ini semua mungkin tidak akan terjadi. Kau lupa betapa khawatirnya aku. Betapa sampai sekarang pun aku masih khawatir!”

       Ucapan di atas memiliki emosi jiwa yang mampu mempengaruhi pembaca untuk semakin berimajinasi. 

Apalagi di bab ini banyak imajinasi-imajinasi liar yang nakal untuk konsumsi para pembaca novel dewasa. Seluruh percakapan memang terkesan formal layaknya sedang menonton film Hollywood. Pembaca pun diajak membayangkan sebuah film thriller yang begitu memberikan impresi disetiap teka-teki. Aku pun berharap novel ini memang bisa diadaptasi menjadi sebuah film agar menjadi inspirasi.

Bab 3 pembaca akan dihadapkan pada kata kunci untuk memecahkan teka-teki. Segala yang ada sebelum hari ini adalah mimpi buruk. Terkadang kenyataan dan mimpi sulit sekali untuk dibedakan. Tapi, mimpi buruk yang kita alami jelas bukan ilusi.
Overall, aku sebagai pembaca puas membaca novel ini hingga tuntas. Pembaca diajak menelusuri buku dengan alur campuran (maju-mundur-maju). Beberapa bab dibuat secara khusus dengan menceritakan peristiwa atau apa yang telah terjadi di masa lalu (flashback). 

***

Book Blogger

Aku menjadi salah satu blogger yang beruntung menghadiri event peluncuran novel Dark Memory pada tanggal 28 Desember 2016 lalu di Gramedia Central Park. Aku berkesempatan mendapat berbagai inspirasi dari seorang penulis, bernama Jack Lance. Sang penulis novel Dark Memory.

Jack Lance menulis buku sejak berumur 6 tahun. Ia terus belajar menulis untuk menghasilkan tulisan demi tulisan yang selanjutnya Ia revisi kembali setiap tulisannya. Sebelum novel ini, Jack Lance telah menulis buku The Day You Die yang juga diterbitkan oleh penerbit Bhuana Ilmu Populer (BIP). Novel tersebut sudah masuk cetakan ke-2 karena menjadi best seller. Novel ini juga diadaptasi jadi film layar lebar yang berjudul “Night Eyes”.
Setiap novelnya memiliki keunikan dengan kemasan genre horror didalamnya. Alasannya, Ia selalu menggunakan pendekatan supernatural yang berbeda dipandu dengan genre cinta (romance) agar lebih menyatu. Jack mengungkap, kesulitan menulis novel Dark Memory itu terletak saat menjaga konsistensi misteri agar semakin lama pembaca harus merasakan sensasi seru atau penuh nuansa horror.
Jack Lance memang suka dengan cerita-cerita menyeramkan sejak kecil karena Ia masih menganggap dirinya sebagai anak kecil. Hingga Ia lupa dirinya sudah dewasa. Anak-anak di Eropa lebih senang dengan cerita, film, dan games yang bernuansa horror sehingga Ia suka dengan dunia misteri dari kecil. Ia berharap novel ini disukai semua kalangan di Indonesia, seperti di Negara Jerman dan Negara Rusia.
 
Sebagai penulis, Jack Lance tak pernah menyerah. Ia beberapa kali juga ditolak oleh penerbit. Namun, Ia tidak beranggapan bahwa penolakan oleh penerbit sebagai suatu kegagalan. Ia memandang semua itu sebagai proses belajar dalam hidup. Ia juga selalu terbuka menerima kritik untuk membuat karyanya menjadi lebih baik lagi karena seorang penulis harus mampu menerima saran tentang tulisannya.
   Novel Dark Memory pun telah diterbitkan oleh 13 penerbit dari seluruh dunia. Jika novel Dark Memory menjadi Best Seller, Jack Lance bisa saja hijrah tinggal di Indonesia untuk meramaikan dunia literasi terkini dengan menulis buku kembali. Adapun diakhir pertemuannya kala itu, Ia memberikan tips untuk para penulis :

1.     Tentukan alasan kenapa tulisan kita harus dibaca
2.   Biarkan tulisan mengalir tanpa sugesti atau jangan pernah merasa penulis lah yang paling benar.
3.     Kecamkan pada setiap tulisan agar memiliki struktur dengan data dan fakta.

Semoga review aku di atas menggugah semangat kalian untuk berburu buku ini karena ada banyak teka-teki dalam ingatan yang penuh kegelapan siap menghantui* 

 

With Jack Lance (Author Dark Memory Novel)

 



Jurus Jitu Hemat Bersama Dealoka

Liburan akhir tahun sudah berakhir. Cuti kerja tahun kemarin pun sudah habis kamu ambil. Saking terlarut dalam situasi liburan yang hacep (alias pecah), isi dompet pun terkuras untuk menghabiskan waktu di akhir tahun lalu. Kata ‘bokek’ pasti akan menghantui kamu. Sudah saatnya nih, kamu buat resolusi dan anggaran baru untuk tahun 2017 yang lebih menggebu.

Kamu pasti sering dihadapkan dengan berbagai pilihan dalam mengatur keuangan. Mengeluh, bukan suatu jalan untuk mencukupi kebutuhan. Keinginan itu harus tetap tercipta jangan dijadikan kendala. Pengelolaan finansial yang baik bisa menuntun penghasilan kamu untuk memenuhi kebutuhan kamu sesuai kemampuan yang ada.

jurus jitu hemat belanja

Dealoka Cara Anda Mendapat Penawaran Terpercaya


Sebagai sosok yang cerdas, Anda pasti mampu menempatkan setiap kebutuhan sesuai porsinya. Banyak penawaran spesial di depan mata yang sayang jika Anda lewatkan begitu saja. Keinginan terhadap sesuatu pun terkadang sulit untuk dikendalikan jika ada hal yang memang harus dijalankan.


platform belanja dealoka untuk online shopping

Menonton Film Headshot untuk Mengungkap Tabir Masa Lalu




Film Indonesia yang terakhir kali aku tonton di bioskop, pada tanggal 8 Desember 2016 silam, yaitu film Headshot. Dengan promosi diberbagai media sosial, film ini selalu menjadi sorotan trending topic di hari perdana penayangannya hingga sekarang. Sengitnya karya produksi film lokal yang sedang naik di layar lebar penghujung tahun ini tak mempengaruhi film Headshot untuk menduduki film terlaris pekan ini.

Kesuksesan dengan sejumlah film drama-remaja seperti Magic Hour dan ILY from 38.000 FT, Screenplay Films ternyata mampu mengembangkan karyanya ke genre yang lebih luas. Reputasi sebagai rumah produksi yang membuat film televisi ala cinta remaja ini berhasil dipatahkan. Salah satunya dengan genre film laga yang diwujudkan lewat film Headshot. Ini menjadi suatu terobosan mentereng terbaru.

Digarap oleh The Mo Brothers, film Headshot menjadi karya laga pertama yang digarap dari kerjasama antara Screenplay Productions dengan Infinite Framework Studios yang tergabung dalam Screenplay Infinite Films (SIF). Hasil produksi film ini mendapat tanggapan yang istimewa dengan berkelananya film ini ke International Toronto Film Festival (TIFF) 2016 di Kanada dan 24 festival film bergengsi skala Internasional lainnya. Sebuah anugerah bagi duo sutradara, Timo Tjahjanto dan Kimo Stamboel.

Meski sedikit berbeda dengan dua film Mo Brothers sebelumnya yaitu Rumah Dara dan Killers, film ini memiliki jalinan cerita yang jauh lebih simple. Headshot bercerita tentang seorang pria yang ditemukan dengan luka tembak di kepalanya. Ia siuman setelah mengalami koma cukup panjang. Ia dirawat oleh Ailin (Chelsea Islan), seorang dokter muda. Ailin kemudian memberi nama Ishmael (Iko Uwais) kepada lelaki misterius tersebut. Ishmael yang kehilangan memorinya terus menjalin hubungan tanpa status dengan Ailin. Lama-kelamaan, Ailin pun berusaha mengungkap serpihan-serpihan memori Ishmael yang hilang. Hubungan Ailin dan Ishmael mulai dekat. Namun, tanpa disadari, nyawa Ishmael terancam dan banyak orang menginginkannya mati. Ailin kemudian terbawa ke dalam pusara masalah yang dihadapi Ishmael.

Ternyata Ishmael memiliki masa lalu kelam yang akhirnya menyeret Ailin dalam bahaya teror sekumpulan pembunuh bayaran. Tak ada jalan lain, Ishmael pun mempertaruhkan jiwa raga demi menyelamatkan Ailin dan bocah tak berdosa dari cengkraman ketua mafia gangster bengis, Lee (Sunny Pang) yang ternyata ayah kandung dari Ishmael sendiri. 

Pemeranan yang dilakukan oleh Iko Uwais, Chelsea Islan, Julie Estelle, Very Tri Yulisman, Zack Lee, David Hendrawan, Ganindra Bimo, serta Sunny Pang (aktor asal Singapura) mampu tampil secara fresh penuh kekerasan. Apalagi, penampilan Iko Uwais dan Chelsea Islan dipadukan sebagai daya tarik romance drama dengan aksi yang mendebarkan disetiap adegannya. Chemistry emosional coba dibangun dengan matang untuk menumbuhkan romansa pasangan yang sedang dimabuk asmara. Hanya saja, Iko masih tampak canggung dan Chelsea pun tak terlihat nyaman hingga penonton tak mampu larut dalam suasana romantika keduanya.

Iko Uwais memainkan peran sebagai pria amnesia yang memiliki masa lalu kelam. Dibeberapa kesempatan, ia juga tampak trauma dengan apa yang terjadi tentang dirinya dulu. Tak hanya memainkan karakter semu, bakat silat yang sudah dimiliki Iko juga tampak professional dalam permainan full action setiap pergerakan. Koreografi yang matang juga mengukuhkan Iko berlaga agresif memainkan setiap adegan pertarungan. Aksinya melawan mafia telah diatur sedemikian rupa agar satu per satu musuh dikalahkan.

Aksi seperti itu justru tak mampu menunjukkan karisma Iko sebagai seorang jagoan. Struktur adegannya dibuat seperti game. Ismael harus bertarung melawan anak buah kawanan mafia hingga mencapai level tertentu dengan peningkatan tantangan agar siap menghadapi sosok bos di level akhir adegan. In frame dan out frame para penjahat itu begitu mudah dikelola, terutama saat adegan di kantor kepolisian.

Chelsea Islan dengan penampilannya yang masih sama seperti biasa juga berusaha konsisten dengan film-film sebelumnya. Hanya saja, sebagai Ailin, Chelsea tidak hanya menjadi sosok yang lemah lembut dan tidak berdaya, tetapi ia juga tampak cerdas, tegar dan cepat dalam bertindak. Dalam film ini, Chelsea Islan memang memiliki adegan laga yang porsinya tidak begitu banyak dibanding dua pemeran utama lainnya, namun ia berhasil menghadirkan tokoh Ailin yang berkesan.

Julie Estelle juga mampu memerankan Rika, sebagai karakter perempuan pembunuh yang merupakan anak angkat ketua gangster dalam Headshot. Pertimbangan sutradara yang sebelumnya pernah terlibat dengan Julie di film Rumah Dara mungkin menjadi salah satu faktor untuk Julie Estelle lolos casting kembali dalam film ini. Dengan hand property, pisau kecil yang menjadi senjata rahasianya, ia berusaha bermain kejam dengan penuh kontinuitas walaupun hanya terlihat sepintas.

Penata artistik pun berusaha menyiapkan properti-properti senjata yang begitu tertata untuk menjaga continuity brutalitas adegan perkelahian. Mereka juga memilih lokasi syuting disekitar Jakarta dan Batam. Pemilihan lokasi pertengkaran di pantai menjadi suatu adegan yang semakin menantang. Meskipun ada slow motion effect yang tak bermakna di pantai itu.

Selain itu, saat harus berkelahi didalam bus juga cukup mengganggu karena ruang gerak pemain menjadi terbatas dan terlihat tak maksimal hingga klimaks. Adegan seperti itu yang mempengaruhi tata kamera tak mampu menangkap gambar untuk lebih berani. Bahkan, angle, type shot, dan handheld style pun terlihat tak ada variasi yang berarti.

Kondisi demikian membawa penonton tak menikmati adegan yang ikonik dan menempel diingatan. Dari semua adegan, aku hanya suka adegan pertarungan didalam sel seperti penjara bawah tanah antara Chelsea Islan dan seorang bocah melawan salah satu anggota kelompok Gengster. Dua orang wanita melawan satu orang pria dengan kekuatan seadanya.

Penonton hanya diajak untuk mengikuti alur yang mudah dimengerti karena sudah bisa diprediksi. Selain itu, beberapa dialog juga terlihat janggal dan ada plot yang bolong. Tempo film dibuat begitu menyayat dengan mayat-mayat dengan mudah bergelimpangan darah. Semua cerita tampak dibuat secara kebetulan begitu saja. Timeline skenario kurang begitu kuat mengikat rangkaian adegan yang tersaji didepan mata.

Adegan hanya dipenuhi aksi brutal dan sadis. Perkelahian berlangsung seru dan ada beberapa efek pukulan yang membuat penonton mengilu. Akhirnya, adegan terasa dejavu dan pengungkapan kisah masa lalu jati diri Ishmael yang sebenarnya tidak memiliki dampak emosional yang membawa penonton untuk menerka karena semua sudah tersaji dalam narasi begitu saja.

Secara timing, film ini juga memiliki durasi yang begitu panjang. Meskipun demikian, penyiksaan kental tak terlalu dieksploitasi secara berlebihan seperti film-film laga sejenisnya. Ritme sinematografi mampu menyeimbangkan unsur visual dengan keji. Ini yang menjadi proses cerdas penciptaan karya kreatif bernilai tinggi. Layak, jika penata visual mendapatkan piala Citra tahun ini.

Ditambah lagi tata musik Headshot yang digarap oleh Aria Prayogi dan Fajar Yuskemal telah menghasilkan tata suara yang begitu intens membawa penonton agar tetap tegang. Wajar saja jika mereka juga berhasil menjadi penata suara terbaik dalam Festival Film Indonesia tahun 2016.

Banyak netizen membandingkan film ini dengan 'The Raid'. Tapi, bagiku 'Headshot' memiliki sisi emotionnya which is so good. Unsur laga dan romansa coba dipadu berkolaborasi, walaupun belum berada pada level mempesona yang serasi. Hal terpenting untuk film Headshot yaitu tim produksi telah mampu menunjukkan effort kualitas keseluruhan film yang layak untuk diapresiasi, tidak hanya membuktikan eksistensi di skala nasional, tetapi juga di skala internasional sebagai film yang seru.

Seperti itu contoh tulisan kritik saya. Semoga dengan saya bergabung dengan KoMik (Kompasianer Only Movie enthus(i)ast Klub), kita bisa menjangkau film-film lain untuk diapresiasi. Bahkan, kita juga bisa memproduksi berbagai genre film agar menjadi inspirasi.




Film Cinta Tapi Beda, Tema Klasik dengan Intrik Tak Menarik

Kritik Film Cinta Tapi Beda


Tema dalam sebuah film merupakan gagasan utama yang direpresentasikan ke dalam sebuah cerita mengenai makna hidup atau kondisi manusia. Gagasan tersebut dibangun seiring dengan perkembangan kejiwaan si tokoh yang nilai kehidupannya menjadi harus diuji dan dipertahankan. Penentuan tema dapat dianggap sebagai permulaan sekaligus akhir dari sebuah pendekatan apresiasi dalam menonton film. Setelah menonton film tersebut kita harus coba membuat sebuah identifikasi sementara dari tema film itu. Dengan demikian kita melengkapi diri kita dengan suatu rasa yang jelas dari arah yang akan ditempuh oleh analisa kita selanjutnya tentang sebuah tema. Maka, tema akan dianggap sebagai jumlah menyeluruh dari semua unsur yang berfungsi sebagai faktor dasar pemersatu dalam sebuah film.

The Doll Coba Beradaptasi dengan Film Horor Sekelas The Conjuring

Aku termasuk salah satu blogger yang menjadi Indonesia movie freak. Segala jenis film Indonesia aku coba kulik untuk dikritik demi membangkitkan semangat para sineas lokal menuju kancah persaingan industri perfilman Hollywood.

Para penggemar film asing, pasti tak asing dengan ikon film bergenre horor, seperti boneka Annabelle yang beberapa tahun terakhir menghantui beberapa dunia menjadi box office di bioskop negara masing-masing. Selain itu, muncul sosok Valak dalam film The Conjuring 1 dan 2. Akhirnya, genre mistis mulai mencuri perhatian sineas negara-negara berkembang seperti Film Munafik yang dirilis Malaysia dan terakhir Film The Doll yang dirilis oleh para sineas Indonesia yang tergabung dalam rumah produksi HitMaker Studios.

I Love You (ILY) from 38.000 Feet; Film Layar Lebar Nuansa Film Televisi



     Kesuksesan film drama roman Magic Hour (2015) dan London Love Story (2016) yang selalu berada dalam posisi jajaran film Indonesia terlaris tampaknya mendorong Screenplay Films untuk meningkatkan production value di film selanjutnya, ILY from 38.000 ft (I Love You from 38.000 Feet). Meski masih mengusung cerita cinta dengan target penonton remaja, film yang dibintangi pemeran utama yang masih sama dengan dua film sebelumnya ini menawarkan beberapa konflik dewasa ala Screenplay yang selalu ditayangkan versi film televisinya (FTV). 



     Singkat cerita, ILY from 38.000 ft mengisahkan pertemuan Aletta (Michelle Ziudith) dan Arga (Rizky Nazar) di atas pesawat dari Jakarta menuju Bali yang berujung pada perkenalan unik karena ada sosok remaja alay (Lionil Hendrik) yang mengganggu Aletta sebelum lepas landas pesawat. Sampai di Bali, Aletta yang sedang menunggu taksi secara kebetulan bertemu dengan Arga yang menawarkan untuk naik mobil menuju tujuannya secara bersamaan. Hingga akhirnya, belum sempat mengucapkan kata ‘terima kasih', Aletta menemui Arga di kantornya dan menawarkan diri untuk menjadi host program jelajah alam yang sedang diproduksi Arga.

      Kisah asmara dimulai saat mereka menjalani syuting di tempat-tempat eksotis di Indonesia. Ini yang membuat Blogger Eksis takjub dan langsung membuat starting expectation bahwa film akan menampilkan begitu banyak adegan travelling penuh romansa. Aku pun langsung tertarik untuk mengikuti adegan demi adegan selanjutnya.

     Jajaran pemain yang mengisi film ini memang sudah pas. Popularitas pemeran utama yang sudah ternama sebagai pasangan kekasih dalam dunia nyata mampu menarik perhatian jutaan mata penonton Indonesia. Menurut aku, Michelle Ziudith dan Rizky Nazar tidak akan pernah terlihat perkembangan aktingnya, jika mereka hanya bisa berdialog tanpa berakting karakter. Karier mereka sebagai selebritis akan terlihat flat seperti itu saja. 

    Penghayatan karakter yang diperankan setiap tokoh justru coba didalami oleh Tanta Ginting (sebagai Jonah) yang antagonis. Ada Derby Romeo (sebagai Rimba) yang juga berusaha mencari perhatian Aletta, dan Ricky Cuaca (sebagai Bugi) yang selalu menghadirkan tawa dan mencairkan suasana bioskop dengan hal tak terduga. Walau mereka hanya terlihat pembentukan karakter yang sedikit saja tidak terlalu kuat untuk konteks sebuah penokohan film layar lebar. Selain itu, tersisa beberapa figuran crew yang seharusnya terlibat saat adegan syuting di hutan hanya terlihat berkeliaran di tenda bukan saat pengambilan gambar.

      Untuk masuk ke ranah layar lebar, film ini coba berusaha tampil beda dengan syuting di lokasi alam terbuka hingga penggunaan special effects demi menguatkan cerita. Produksi film arahan Asep Kusdinar ini memilih Taman Nasional Baluran, di Bali dan hutan di Lumajang, Jawa Timur. Namun, visualisasi eksotisme alam dan pemandangan cantik yang ditawarkan gagal dieksekusi karena kualitas gambar hanya menjadi bagian dari transisi. Padahal tata kamera sudah mencoba mengambil dengan angle yang berbeda.

       Special effects juga coba diset oleh tim produksi saat adegan kecelakaan pesawat terbang yang mengalami gangguan karena cuaca buruk. Tapi, tak didukung dengan pencahayaan yang kurang sinematis dan make up effect saat kecelakaan (bekas luka) masih standar layaknya sinetron di Indosiar. Semua unsur artistik pun hanya tampak unggul di awal melalui point of view yang menjadi point of interest. Tak mampu dipertahankan sampai akhir film. Selebihnya, aku hanya bisa mengikuti quote-quote BaPer yang tercipta pada dialog, meski semua terkesan FTV bangeettt!.

      Tata kamera juga coba menampilkan change focus camera technique di awal cerita. Beberapa diantaranya justru hadir merusak visual karena seharusnya penggunaan tehnik kamera itu memiliki motivasi gambar atau alasan yang kuat untuk ditampilkan bukan untuk ditonjolkan. Efeknya, visual pun tak sejernih atau sebagus film-film Screenplay sebelumnya. Mungkin saja penggunaan kamera drone dengan kualitas berbeda juga mengganggu keindahan gambar yang ditangkap lensa. Kamera gagal!

       Kabar yang didapat penulis dari berbagai netizen, film ini memang terinspirasi dari sebuah pesan bertuliskan 'I love you from 38.000 ft' yang diunggah ke media sosial oleh Khairunnisa, pramugari yang menjadi salah satu korban kecelakaan pesawat Air Asia QZ8501 di tahun 2014 silam. Namun, tim Screenplay menyatakan bahwa cerita film ini seutuhnya baru dan tidak berkaitan dengan kejadian nyata tersebut. Ini yang membuat aku sebagai penyuka film Indonesia based on true story kehilangan selera.

      Apalagi unsur penceritaan ILY from 38.000 Ft tidak memperhatikan logika cerita. Banyak adegan yang terkesan kebetulan, muncul tiba-tiba. Plotnya pun menjadi biasa dan dialog terlontar basi untuk didengarkan. Penonton dibawa pada suatu titik perpisahan pasangan yang seharusnya sementara menjadi berkepanjangan tanpa kejelasan. Dilengkapi efek time lapse yang menyiksa aku sebagai penonton pada akhirnya.

      ILY from 38.000 ft memang tayang di bioskop saat moment yang tepat pada libur lebaran dan berhasil tembus jutaan pasang mata yang always booking full seat in the theater. Dan akhirnya, aku memang gak suka sama endingnya. Kenapa mereka harus hidup bahagia dan semua kisah cinta terlihat kebetulan semata?!?.

      Overall, ekspetasi tertinggi Blogger Eksis terhadap film itu adalah sebuah cerita. Jika cerita kuat, film akan bagus. Begitu juga sebaliknya. Teknis juga penting, tapi bukan segalanya. I Love You from 38.000 Ft sudah memiliki modal untuk bercerita hanya saja terpaku pada segmentasi yang ada. Film ini juga sudah berusaha memperkuat teknis sinematografi yang berbeda, namun gagal pada eksekusi unsur kreatif yang seharusnya bisa banyak tercipta. Setidaknya ILY from 38.000 Ft telah menjadi film hiburan pada momen lebaran di Indonesia.