After weekend, para buruh office hour selalu dihantui pertanyaan "besok senin ya?? minggu lagi boleh ga?....” Libur dari pekerjaan membuat mereka PeWe (Posisi Uweenaakkk) di rumah. Ketika harus kembali ke rutinitas kerja yang monoton justru membuat filosofi “I hate monday” muncul di kepala mereka.
Entah kenapa resign dari pekerjaan yang aku geluti selalu menjadi resolusi dari tahun ke tahun dahulu. Awal diterima kerja sebagai frontliner di industri perbankan berlabel BUMN, aku berencana resign tapi masih coba untuk bertahan. 4 tahun lamanya aku menyandang status pekerja kantoran.
Awal kerja aku langsung mendapat atasan seorang supervisor perempuan yang sudah berumur. Meski Ia rela mengajari aku dari nol, namun ucapan yang cerewet dan tingkahnya tidak pernah bisa diterima oleh logika. Apalagi saat ada kebijakan di kantor bahwa pegawai lelaki yang mau salat Jum’at harus bergantian setiap minggunya. Sungguh aku merasa kafir ketika pernah meninggalkan salat Jum’at hanya karena pekerjaan.
Alasan yang diajukan oleh atasan tersebut tidak masuk akal. Ia berkata bahwa di bank kecil yang berada di dalam rumah sakit itu, hanya tinggal 2 orang pegawai wanita (Ia dan seorang teller). Dalam kondisi seperti itu, bisa saja mereka berpikir negatif dengan melakukan praktik kecurangan finansial jika tidak ada orang ketiga. Sebagai anak baru, aku tak bisa berbuat banyak. Aku mengikuti apa yang menjadi aturan main di kantor tersebut.
Bukan hanya itu, aku juga sering terlambat makan siang hanya karena waktu jam istirahat yang diberikan tidak jelas dengan alasan pelayanan nasabah yang banyak. Bayangkan saja, formasi 1 orang customer services dan 1 orang teller harus melayani ratusan transaksi setiap hari. Memang bank tersebut tergolong dari kantor kas, tapi tetap saja jumlah transaksi begitu tinggi tanpa henti.
Lelah, letih, lesu selalu menghampiri selama aku bekerja menjadi buruh bank. Jam masuk kantor harus 1 jam lebih awal dari ketentuan yang berlaku. Aku dan teman-teman frontliner terlebih dahulu merapikan penampilan karena fisik harus tetap terjaga saat melayani nasabah. Setelah itu, setengah jam sebelum jam operasional kebijakan di kantor pun menerapkan ritual untuk berdoa bersama dan yel-yel agar lebih bersemangat dalam kerja.
Ada sisi menarik yang aku peroleh dari rutinitas awal hari di kantor. Namun, karena harus berangkat subuh agar tidak terlambat sampai ke kantor, aku juga jarang sarapan. Tidak mungkin untuk sarapan di kantor sekecil itu dan tidak ada waktu lagi yang tersedia untuk aku sarapan karena nasabah terbiasa mengantri sebelum pintu dibuka. Bos sering bilang “lihat tuh, nasabah sudah horny lihat lu makanya pada rela antri pagi hari”.
Jam kerja yang tidak menentu juga terjadi saat jam pulang kantor. Seringkali aku harus lembur hanya karena ada trouble di jaringan atau harus menunggu pekerjaan supervisor karena dia terlalu lama menyelesaikan semua kewajibannya. Rasanya curahan hati seorang pegawai perbankan tak kan pernah habis jika diceritakan.
Bahkan, aku pernah pulang sampai jam 12 malam dan tidak dihitung lembur. Atasan secara langsung tidak pernah memperjuangkan hak pegawai yang memiliki loyalitas tinggi. Selain itu, kebijakan hitungan jam lembur baru dihitung saat sudah melewati jam 7 malam. Bahkan tahun terakhir, lembur dihapuskan meski harus bekerja melewati batas jam kerja. Kebijakan macam apa lagi yang tidak memanusiakan manusia.
Setiap hari keluhan dan cacian terhadap atasan sering aku utarakan. Meski aku jarang meluapkannya di depan pimpinan. Namun, aku bertahan karena teman-teman yang selalu menguatkan. Ketika aku mendapat begitu banyak tekanan di kantor, teman-teman kantor selalu berujar mungkin aku hanya lelah atau lagi butuh piknik.
Rencana resign bergulir dari waktu ke waktu tanpa eksekusi. Penghasilan yang cukup untuk diri sendiri membuat aku cukup berat untuk melepas pekerjaan yang berhubungan dengan keuangan ini. Tapi, aku putuskan untuk segera hijrah dari dunia perbankan tepat akhir tahun 2016.
Ingin keluar dari pekerjaan sebenarnya hal lumrah bagi para pekerja kantoran. Apalagi kalau kita merasa tidak berkembang, tidak cocok dengan lingkungan atau berbeda prinsip dengan perusahaan. Alasan lain yang paling klise yaitu masalah gaji.
Kenapa aku resign? Tentu bukan karena tidak lagi mencintai pekerjaan. Aku sudah merasa semakin tidak cocok dengan perusahaan tempat aku bekerja. Kalau sudah tidak cocok, mau bagaimana juga tentu sulit bekerja dengan sepenuh hati. Sama hal seperti menjalani sebuah hubungan.
Keputusan sudah bulat. Kala itu aku merasa sudah waktu keluar dari zona nyaman. Coba peruntungan baru dan masuk ke zona lain yang membuat hobi semakin berkembang.
Aku memberanikan diri untuk resign tanpa mendapat pekerjaan baru. Aku percaya bahwa jika pintu yang satu tertutup, maka Tuhan akan membuka pintu yang lainnya. Ketika kita merasa sudah tidak cocok dengan pekerjaan , kita harus yakin pintu rezeki lain akan terbuka jika harus menutup pintu itu.
Lantas, apa yang aku lakukan setelah resign? Aku mencari pintu-pintu baru untuk dibuka. Membuka pintu dengan tetap bertahan pada hobi. Tetap membaca, menulis, dan menjelajah dunia maya untuk membuat diri aku lebih berarti dan tetap produktif meski bukan berstatus sebagai pegawai kantoran lagi.
Narablog itu Pekerja Lepas yang Berkelas
Menjadi pekerja lepas di era digital begitu menjanjikan. Hanya dengan modal platform blog dan media sosial, kita bisa mendapat penghasilan. Meski untuk menuju ke sana harus melalui proses yang tidak semudah membalik telapak tangan.
Aku sudah memiliki blog sejak tahun 2011. Saat itu terkontaminasi dengan seleb blog seperti Raditya Dika. Dengan konten keseharian yang jenaka alias curhat colongan, ia mampu memikat pembaca.
Namun, blog aku justru tak terurus. Dunia kerja kantoran begitu menyita waktu dan penuh sandiwara seperti ceritaku sebelumnya. Tulisan di tahun itu hanya berhasil mempublikasikan 2 karya saja untuk lomba bertema pemerintahan. Karya tulisan tersebut pun tidak menang tapi aku tak pernah patah arang.
Ketertarikan dengan literasi sudah aku rasakan sejak kecil. Berawal dari menulis buku diary yang sekadar melegakan ungkapan perasaan. Beberapa karya esai dan puisi yang aku tulis saat masih mengenyam pendidikan juga sering diapresiasi dengan ragam prestasi.
Kondisi demikian berlanjut saat aku masuk ke dunia digital kini. Media sosial memberi tempat aktualisasi diri. Tak hanya spot untuk update status saja, tapi aku bisa memberi informasi terkini yang sedang terjadi. Beberapa pencapaian atas konten yang aku buat mendapat tempat layak bagi para penikmat karyaku. Tunggu saja, aku akan update achievements apa yang pernah aku dapat dari kecil sampai saat ini baik dalam dunia nyata maupun dunia maya. Siapa tau bisa menginspirasi!
Sebenarnya aku tak pernah bermimpi menjalani profesi sebagai narablog. Namun, aku sadar bahwa pekerjaan yang paling menyenangkan yaitu hobi yang dibayar. Meski masih banyak pihak yang memandang bahwa profesi halal ini terlihat tak menjanjikan masa depan.
Aku tetap teguh pendirian dan tak mampu tergoyahkan. Bagiku, menulis itu menjadi jalan untuk menuangkan imajinasi. Daripada membuang waktu yang tak beresensi, lebih baik melakukan terapi jiwa melalui tulisan untuk mengenal kehidupan lebih dalam.
Maka, momen spesial yang membuat aku bangga menjadi narablog yaitu saat aku bisa berbagi melalui tulisan. Ide, opini, dan perasaan seolah tersalur dengan gamblang. Aku merasa menjadi manusia yang bermanfaat bagi para pembaca karena melalui tulisan aku bisa berbagi pengetahuan dan pengalaman.
![]() |
Sebaik-baik narablog adalah yang memberi tulisan bermanfaat bagi para pembaca |
Tidak hanya itu, sebagai narablog aku juga berupaya membangun networking melalui kegiatan yang dikenal dengan istilah blogwalking. Aku bisa membaca tulisan-tulisan dari narablog lain yang memberi begitu banyak pelajaran seperti pada blog-blog jawara yang dikelola oleh Nodi Harahap dan Joe Candra. Mereka selalu mengisahkan cerita yang tak biasa. Dari situ aku mendapar wawasan luas yang menambah pengalaman hidup.
Fokus dan konsisten sebagai narablog membuat aku juga mendapat penghasilan dari setiap karya yang aku buat. Dahulu mungkin hanya terhitung dari Google Adsense semata, namun kini banyak pintu rezeki lain yang tak terduga. Sebut saja dari hadiah lomba, sponsored post, liputan event, buzzer, endorser, online marketer, dan kegiatan freelancer lain yang bisa ditekuni. Tak hanya dalam bentuk uang tunai yang menambah saldo pada rekening, sebagai narablog aku bisa mendapat ragam produk terbaru yang menjadi hak milik. Aku pastikan penghasilan yang didapat sebagai narablog melebihi profesiku terdahulu sebagai pekerja kantoran dalam industri perbankan.
Rasanya begitu banyak kenangan sebagai narablog yang aku jalani selama 2 tahun lebih. Semua terasa spesial karena aku bisa bekerja sesuai passion. Kantorku bisa ada di mana saja yang terpenting sedia laptop dan jaringan internet. Liburan juga kerap aku lakukan sambil cari ilham, hunting foto, atau shot video. Semua itu akan menjadi konten yang bisa aku jual dalam bentuk sebuah karya. Sungguh kenikmatan hakiki yang tak pernah terbayang sebelumnya.
Menjadi narablog dengan menulis setiap hari rasanya tidak cukup untuk memberi arti bagi kehidupan. Resolusi tahun 2019 ini, aku harus menjadi narablog yang lebih inovatif dan kreatif. Inovasi dalam menulis bisa aku wujudkan dengan menghasilkan karya yang terdiri dari gabungan materi konten seperti teks, infografis, foto, audio (podcast), dan video. Sementara menulis yang kreatif akan aku wujudkan melalui eksplorasi ide dan kepekaan terhadap hal-hal baru sehingga aku selalu berkarya dengan kualitas konten yang orisinal.
Tentu aku bisa mewujudkan itu semua jika mengawali proses pembuatan karya dengan perencanaan konsep berpikir kreatif. Dilanjutkan dengan produksi konten yang mempertimbangkan hal apa saja yang akan ditonjolkan. Sampai pada publikasi yang menjangkau jejaring para penikmat karya dari sosok Blogger Eksis.

So, keep writing and sharing, blogger!
nice post, bro. saya juga ingin segera hijrah dari pegawai kantoran yang membosankan
BalasHapussalam kenal
salam kenal mas Fahmi.
Hapussemangat berhijrah!
Masya Allah tersentuh baca quote terakhirnya bro. Btw alasanku resign dari bank sepertinya sama hehe. Semangaaattttt menjemput rezeki melalui blog yess bro.
BalasHapusAmin.
HapusSemoga passion kita bisa membawa masa depan yang lebih baik*
hiks.. ku juga kadang sedih kalo masih bayank pihak yang meremehkan pekerjaan sebagai blogger, terutama orang tua dan sekitarnya.. padahal kan pekerjaan ini halal dan bergengsi juga. bedanya ga pake "seragam" doank. keep inspiring kak :))
BalasHapusterima kasih telah mampir kak.
HapusInsya allah selama kita melakukan branding bahwa blogger itu merupakan pekerja lepas yang profesional pasti bisa diterima dengan baik oleh lingkungan sekitar*
Selamat memasuki era baru. Semangat terus ya, Mas.
BalasHapusPastinya harus siap dan semangat akan konsekuensi yang kita jalani di era revolusi industri 4.0
HapusSaya setuju dengan paragraf akhir mas. Btw, semangatt😊
BalasHapusSemangat jangan kendor bruh.
HapusTerima kasih telah mampir*
Ya, saya yakin nanti kedepan, profesi blogger menjadi profesi yang menjanjikan untuk sumber penghasilan. Semangat!
BalasHapusMan jadda wa jadda.
HapusKeep hamasah, mas Unggul..
Bermanfaat sekali kak tulisannya.. Tetap semangat dalam menginspirasi..
BalasHapusTerima kasih sudi mampir.
HapusTerus berkarya dan berbagi kepada sesama yaa*
Go go go! Ngantor nggak harus di kantor ya, mas? hihi semoga tetap konsisten ngeblog dan menghasilkan konten-konten terbaik dan bermanfaat! :)
BalasHapusAmin!
HapusPekerja lepas mah kantornya nomaden :D
Alhamdulillah ya bisa jadi m nyemplung ke dunia blogging dengan berbagai peluang yang bisa diraih, narablog juga cocok buat buibuk yang stay at home biar lebih produktif
BalasHapusSemua akan indah pada waktunya karena rezeki sudah diatur oleh Allah SWT. Tinggal bagaimana kita berusaha untuk menggapainya*
HapusAku fokus ke tulisan kaos di bawah itu. Keren euy kaosnya.
BalasHapusAlhamdulillah ya kita sama-sama bisa menikmati serunya dunia blogging ini. Buat aku jadi blogger ini kaya dream come true, karena sejak dulu ingin jadi jurnalis tapi kepentok status ga bisa ngelamar di media massa.
Yeah.. kita sama2 lu2san komunikasi yaa tapi te2p sesuai jalur kok karena menikmati keseruan dunia blogging ini*
HapusRasanya ikut lega dengan menjadi bebas melakukan apa yg kita suka namun tetap bermanfaat seperti blogging :3, keep on writing and sharing yeay :3
BalasHapusYeah!
HapusLega pake banget kak. Rasanya tuh bisa punya kebebasan yang bertanggung jawab*
Aku sekarang ini juga cukup lega dan menikmati dunia sebagai Narablog. Dulu juga pernah kerja dan lingkungannya benar2 kurang menghargai. Jadi deh kuputuskan resign
BalasHapusApalah artinya limpahan materi kalau kita mendapat tekanan lingkungan kerja yang tidak bisa membuat nyaman. Lebih baik nikmati profesi narablog karena rezeki bisa kita jemput dengan kesenangan*
HapusYA ampun, aku kira kamu masih kuliah atau baru lulus sma, Maidy....hahaha salah deh. Lakuin aja passion kamu, hidup gak mlulu soal uang kok
BalasHapusSering dibilang aku itu baru lu2s SMA kak.
HapusEfek wajah yang terlalu cute and charming :D
Barakallahu fiik~
BalasHapusIn syaa Allah makin berkah rejekinya.
Kerja yang bahagia adalah kerja cerdas.
Setuju..
HapusKerja cerdas jika diiringi dengan kerja ikhlas insya allah bernilai ibadah ^^
Wah, aku suka statement 'pekerja lepas berkualitas'nya nih. Hehe
BalasHapusKarena sejauh aku jadi narablog, hidupku memang jadi lebih berkualitas.
Amin.
HapusSemoga selalu terinspirasi yaa untuk meningkatkan kualitas diri supaya tetap jadi diri sendiri. hhe
Kalau saya belum bisa keluar dari kerjaan yang sekarang, masih status darurat, banyak kebutuhan. hahahaha. Tapi tak lama juga akan menyusul ente bro. Banyak Jalan menuju Roma, banyak jalan buat hidup sejahtera, gak cuma seperti yang kebanyakan orang bilang. hahahaha
BalasHapusIdealis sama realistis itu memang beda tipis. Tinggal bagaimana kita menyikapi antara mimpi dan target yang harus dicapai. Jangan terlalu banyak mendengar kata orang apalagi yang negatif karena kita yang akan menjalani hidup sampai akhir nanti*
HapusI feel you mas.. Soalnya dulu pas sy kerja, 1 kost sama pegawai2 bank bumn. Dan yang mas ceritakan itu bikin aku ingat sama jam kerja mereka yang luar biasa. Kagum sama semangatnya
BalasHapusYaa begitulah..
HapusPegawai bank cuma modal penampilan. Dibalik itu ada pengorbanan jam kerja yang harus dipertaruhkan*
Wih, foto terakhir kayak udah siap tempur banget! hihihi. Btw ternyata gitu ya (sebagian) kehidupan pegawai perbankan. Masih ngantuk, mood gak enak, suruh yel-yel dan dikomentarin macem-macem, hahaha.. *maap ketawa*
BalasHapusSemoga Blogger Eksis semakin sukses dan berkah ya ngeblognya :)
Amin.
HapusPegawai bank itu tak seindah dengan narablog karena pekerjaan kantoran jauh lebih monoton*
"jika pintu yang satu tertutup, maka Tuhan akan membuka pintu yang lainnya."
BalasHapusQuote favorit!
Menguatkan aku utk berani resign. Hahaha...
Semoga terwujud keberaniannya.
HapusBanyak pintu yang masih bisa dibuka selama kita masih mampu berusaha. Semangat!!
Keep spirit dan semoga makin sukses mas, yang terpenting adalah fokus dengan apa yang diyakini. InsyaAllah akan selalu ada rezekinya. Aamiin :D
BalasHapusAmin yaa robbal alamin.
HapusYup, fokus dan konsisten itu penting karena dengan begitu rezeki akan mengikuti dengan sendirinya :)
Baca cerita kamu, jdi inget sama pengalaman dlu saat jdi call center . tp itu sudah cerita lalu, sekrang dan seterusnya tetap semangat menghasilkan karya nyata melalui tulisan .
BalasHapusSemangat berkarya yaa Mude..
HapusSebelum jadi pegawai bank, aku juga sudah berpengalaman sebagai call center indosat. Semua itu punya cerita yang bisa menjadi pengalaman berharga untuk anak dan cucu kita nanti*