Wilayah RW 11 Kelurahan Cengkareng Timur,
Jakarta Barat termasuk dalam wilayah kumuh dan miskin. Hampir semua saluran air
tumpang tindih dan tata letak atau susunan rumah tidak teratur. Dari pinggiran ibukota,
kampung ini terlihat padat penduduk.
***
Tinggal di kawasan
kumuh tentu bisa merasakan seperti apa kualitas udara yang dihirup setiap
harinya. Belum lagi fisik bangunan yang dianggap kurang ideal sebagai rumah
huni. Lebih dari ribuan kepala keluarga bertahan hidup dalam area wilayah RW 11
Cengkareng Timur tersebut. Konon wilayah ini makin padat sejak terjadi
gelombang urbanisasi yang menyebabkan banyak pendatang berani mengadu nasib di
ibukota.
Realitas sosial terkait lingkungan kumuh harusnya bisa dibenahi. Tidak hanya sekadar melihat dari sisi kepadatan populasi, melainkan ada peran penataan lingkungan yang membumi. Para aktivis lingkungan sering berujar minimal kita bisa mulai buat lingkungan yang sehat agar memberi banyak manfaat bagi kita yang mendiaminya.
Dari semua
problematik yang ada, sampah masih dianggap sebagai biang kerok kampung kumuh
yang kelam di sudut Jakarta.
“Seperti menggantang asap, mengukir langit, begitu kira-kira upaya pengelolaan sampah DKI Jakarta. Bukannya membaik, Jakarta justru menuju kondisi darurat sampah,” tutur Muhammad Aminullah, aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) DKI Jakarta seperti dikutip dari situs daring republika.co.id
Sampah yang
bertumpuk akibat tak diolah justru membuat hidup tak nyaman. Lingkungan kotor
bisa mengundang ragam penyakit. Ekosistem makhluk hidup lain seperti hewan dan
tumbuhan menjadi tidak sehat. Lebih parah lagi, puncak sampah yang sudah
menggunung bisa menyebabkan banjir.
Konsekuensi curah hujan yang ekstrem membuat beberapa wilayah di Cengkareng rentan terkena banjir. Sebagai narablog yang tinggal di Cengkareng, aku turut merasakan dampak pemanasan global seperti banjir yang juga terus berhembus belakangan. Tak hanya berdampak secara luas terhadap fenomena alam lain, isu perubahan iklim mengharuskan kita sadar untuk jaga alam bersama.
Aku jadi teringat dengan wilayah RW 11 Kelurahan Cengkareng Timur. Beberapa pekan lalu, aku pernah menginjakkan kaki di sana dan melihat seperti apa peran masyarakat yang punya niat untuk menghapus stigma kampung kumuh dan miskin menjadi kampung hijau. Gerak bareng yang mereka lakukan terhadap lingkungan kampung berhasil membuat suasana menjadi lebih asri. Bagaimana tantangan yang dihadapi? Seperti apa peran warga membuat kampung hijau menjadi berseri??
***
Udara segar, tanaman hijau, dan semilir angin bak menyambut
kedatanganku di RW 11 Kelurahan Cengkareng Timur pada Kamis pertengahan
November lalu. Jarak tempuh dua puluh menit dari domisiliku, membuat aku tiba
sekitar pukul 10 pagi. Meski langkah kaki diiringi rintik hujan, taman dengan
aneka tumbuhan seolah mengucapkan selamat datang kala itu.
“Ini adalah Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) yang
dibangun Astra sejak 2016. Ayo, masuk ke ruang perpustakaan untuk berbincang
lebih lanjut,” ujar Pak Abdullah sebagai penggerak kampung berseri Astra.
Selama
perbincangan, aku banyak mendapat insight dari Pak Abdul terkait kehidupan
masyarakat di Cengkareng Timur yang terus melakukan gerak bareng berkelanjutan
dalam upaya aksi adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim.
Wilayah RW 11
Cengkareng Timur merupakan wilayah yang pesat pertambahan penduduk dahulu. Saat
tanah-tanah masih kosong, banyak dibangun rumah secara liar sehingga keserasian
lingkungan kampung makin tidak beraturan. Terdata sampai saat ini sekitar 3.000
kepala keluarga tinggal di wilayah ini. Dari satu RT ke RT lain dihubungkan
dengan jalan setapak yang terletak antara pekarangan rumah penduduk dan pasar.
Saat tiba di sana,
hal pertama yang aku cari memang lahan hijau di tengah pemukiman padat
penduduk. Sambil berkeliling kampung, aku juga memperhatikan apakah masih ada
tumpukan sampah di sana. Sejauh mata memandang, ternyata wilayah ini sudah
berupaya menciptakan lingkungan yang sehat dengan menanam pepohonan yang
rindang, menjaga sirkulasi udara segar dan bersih, tidak membuang sampah ke
saluran air, sumber air bersih tersedia, dan hewan peliharaan tidak keliaran
sembarangan.
“Masyarakat di Cengkareng terus berupaya jaga lingkungan
untuk hidup yang lebih sehat. Kalau ada sampah berserakan, pasti langsung dibersihkan.
Apalagi yang ada di pinggir jalan dekat pasar,” ujar Pak Abdul yang saya temui
pagi itu mengawali perbincangan.
Menurut Pak Abdul, peran serta masyarakat terus meningkat sejalan dengan empat pilar program CSR Astra atau yang lebih dikenal 4 pilar kontribusi sosial berkelanjutan Astra untuk kesehatan, lingkungan, pendidikan, dan kewirausahaan. Demi mewujudkan kebermanfaatan dan kesejahteraan lebih luas, masyarakat terbiasa #geraKBAreng atau gotong royong.
Biasanya, kegiatan kesehatan itu berkoordinasi dengan posyandu dan relawan jumantik. Untuk lingkungan, kolaborasi bareng Suku Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Barat dalam kegiatan pilah sampah dan biopori. Sementara pendidikan selalu mendukung program edukasi lingkungan di SDN Cengkareng Timur 21 Pagi yang juga termasuk sekolah dasar Adiwiyata Binaan Astra. Terakhir, kewirausahaan terus digiatkan karena pernah ada Rumah Jamur yang membudidayakan jamur tiram. Namun, rumah jamur hanya bertahan tiga tahun sebab media tumbuh tidak cocok dengan kondisi iklim sekitar.
![]() |
media tanam alternatif di sepanjang gang Kampung Berseri Astra |
Ketika ditanya pendapat mengenai hasil pertanian yang sudah didapat, Pak Abdul sempat terdiam dan akhirnya buka suara.
“Untuk hasil pangan mandiri sebenarnya belum maksimal dan belum
diperjualbelikan secara luas. Maklum saja, kami bukan petani jadi kualitas
sayur belum segar. Kalau mau menerapkan konsep hidroponik pun, biayanya lumayan”
Pekarangan Pangan Lestari, Kayu Besar Berseri
Bangkitnya
kepedulian masyarakat daerah Kayu Besar terhadap pengelolaan lingkungan hidup
yang lebih hijau di Cengkareng Timur digerakkan atas dasar inisiatif Pak
Abdullah. Seorang pegawai kelurahan yang memprakarsai gerakan maju bersama
untuk lingkungan lebih hijau.
Kerap disapa Pak
Abdul, awal terjun dalam kegiatan bermasyarakat saat Ia terlibat sebagai ketua
karang taruna. Bersama tim penggerak PKK dan pegiat lingkungan, Ia mulai mengajak
generasi muda untuk turut menyelamatkan lingkungan dimulai dari rumah. Pak
Abdullah pun mulai dikenal sebagai Ketua Kelompok Pekarangan Pangan Lestari (P2L)
Kayu Besar Berseri.
Dalam praktek di lapangan, Pak Abdul merasa cukup berat menghadapi tantangan. Generasi muda zaman now terkadang mudah jenuh sehingga bisa saja terjadi pergeseran minat dari lingkungan ke hal lain. Maka sebagai pimpinan atau ketua, Ia harus bersikap fleksibel. Ia tak bisa bersikap keras dalam mengajak generasi muda untuk gerak bareng terhadap lingkungan agar gotong royong yang dilakukan tetap solid.
Masa awal gerak bareng
digagas dengan program utama pengembangan kampung proklim dalam sistem
pertanian terpadu. Ia berupaya agar lintas generasi tak menganggap profesi petani
dipandang sebelah mata. Prioritasnya, pada pemberdayaan keahlian warga dan peningkatan
kesejahteraan hidup masyarakat.
Diawali pembekalan
dari Pihak Astra, pilar lingkungan selalu menjadi unggulan untuk wilayah
Cengkareng Timur ini. Dua lumbung yang dikelola setiap hari berada pada luas
lahan sebesar 2.000 ha, meski area yang ditanami tumbuhan hanya 200 m.
Selain menanam
cabai, banyak sayuran lain yang bisa dipanen. Ada terong, tomat, caisim,
kangkung, dan labu. Pemanfaatan lahan kosong seperti ini sebagai upaya implementasi
konsep pertanian perkotaan (urban farming). Diharapkan, swadaya
masyarakat pun terbentuk untuk meningkatkan ketahanan pangan.
Uniknya, sebagian
hasil panen akan dijual untuk peningkatan perekonomian kelompok P2L. Selain
pengembangan kewirausahaan, wilayah ini juga berpotensi menjadi ekowisata.
Minimal, sebagai tempat bersosialisasi dan edukasi warga dengan konsep
pertanian kota.
![]() |
Warga Kampung Berseri Astra Cengkareng Timur sudah bisa petik hasil panen sayuran (dok. Kelurahan Cengkareng Timur) |
Olah Sampah dari Rumah
Ikhtiar awal yang dilakukan Pak Abdul terhadap lingkungan hidup
tak hanya berhenti sampai sistem pertanian terpadu dengan prinsip penghijauan.
Ia terus berupaya menjaga keberlanjutan lingkungan dengan membebaskan wilayahnya
dari sampah dan gelombang banjir. Dari hal itu, Ia sadar betapa penting
mengolah sampah menjadi sesuatu yang lebih berkah.
Ia tak mau wilayah yang sudah hijau justru dikotori sampah. Lingkungan yang sehat jangan sampai berubah warna akibat sampah. Siapa saja bisa bergerak untuk menyelamatkan kampungnya dari sampah yang mengancam kesehatan.
Apa iya wilayah Cengkareng Timur tidak ada lagi yang buang sampah sembarangan di pinggir jalan? Rasanya itu hal yang mustahil terjadi. Tapi, kalau kita mau edukasi dan sosialisasi. Minimal gerak bareng deh. Pasti kondisi darurat sampah bisa diatasi,” ujar Pak Abdul.
Sampah di Jakarta yang selalu menjadi penyebab banjir memang
selalu bermasalah. Betapa banyak sampah berserakan yang terbawa saat air hujan
tak kunjung reda. Demi kepentingan kampungnya sebagai proklim, Pak Abdul mulai
galang dukungan dalam gerak bareng nabung di bank sampah.
Kemudian, peran Pak
Abdul di bank sampah dibantu oleh Ibu Suparmi. Ia merasa untuk memperkuat
lingkungan kampung kayu besar tetap berseri harus melibatkan semua pemangku
kepentingan wilayah seperti pengurus RW, RT, dan kelompok dasa wisma. Mereka bergerak
untuk menularkan semangat pelestarian lingkungan dengan olah sampah dari rumah
ke rumah.
Secara rutin, para
warga selalu diimbau untuk memungut sampah yang ada di jalan atau saluran air. Setelah
sampah dikumpulkan, warga bisa memulai pilah sampah berdasar kategori seperti
organik, anorganik, dan elektronik. Beberapa sampah kemasan seperti botol atau
kotak yang bisa didaur ulang juga bisa dibersihkan terlebih dahulu. Sementara
sampah anorganik dapat disetorkan ke bank sampah sebulan sekali.
Gerak bareng nabung
sampah ini terus berlanjut dan melibatkan warga menjadi nasabah bank sampah. Setiap
akhir tahun, mereka bisa petik keuntungan dari sampah yang sudah tercatat dalam
buku laporan. Antusias masyarakat pun terus dibangun untuk cinta lingkungan.
Sampai akhirnya Ibu Suparmi menilai ada yang belum tuntas terkait sampah. Ternyata, kalau sampah hanya dikumpulkan di bank sampah saja belum menyelesaikan masalah tumpukan yang ada. Ia ingat betul pernah mendapat pembekalan olah sampah dari Astra dengan gerak bareng membuat ecobrick dan ecoenzim. Semua pengolahan sampah menjadi sesuatu yang bermanfaat ini telah dipraktekkan saat masa pandemi.
“Saya lihat persentase warga yang nabung di bank sampah belum seratus
persen. Masih banyak yang tak peduli dengan sampah akibat gaya hidup perkotaan
modern. Apalagi jumlah kepala keluarga di wilayah Cengkareng Timur ini hampir
3.000 dari 14 RT yang ada,” ujar Bu Suparmi.
Sosialisasi gerak
bareng mengolah sampah tentu punya tantangan berat. Awalnya, warga tak mau
merespon gerakan ini karena dianggap tak menguntungkan. Tapi, pemahaman sampah
organik yang bisa diolah menjadi pupuk kompos dan bermanfaat bagi tanaman tentu
bisa dilihat secara kasat mata.
Kegiatan pengurangan jumlah sampah di wilayah RW 11 Cengkareng Timur pun terus berkembang. Penduduk punya semangat baru untuk menerapkan kebiasaan seperti pembatasan penggunaan kantong plastik, air minum kemasan, atau tisu, menggunakan produk-produk yang bisa didaur ulang, dan ikut aktif dalam aksi pembersihan lingkungan seperti gotong royong.
Gerak Bareng Selamatkan Lingkungan Sekarang
Inisiatif dan kepedulian yang terus dibangkitkan akhirnya menjadi suatu gerakan. Lintas generasi terlibat untuk menyelamatkan lingkungan. Ada yang menanam dari pekarangan rumah sampai mengolah sampah menjadi berbagai macam bentuk kerajinan.
![]() |
hasil kerajinan tangan sebagai bentuk daur ulang sampah kemasan |
Ketertarikan beberapa warga dalam program penghijauan dan pengelolaan sampah mendorong Kampung Kayu Besar Cengkareng Timur menjadi Kampung Berseri Astra yang representatif. Para pegiat lingkungan ini gerak bareng dengan niat dan sikap yang tulus ikhlas.
Mereka berharap gerak bareng yang sudah dirintis bersama ini makin luas cakupan dan dampaknya. Selain itu, lebih banyak lagi warga yang terlibat langsung dan mau bergabung secara aktif. Supaya kegiatan-kegiatan yang digelar bisa lebih banyak membangun swadaya masyarakat untuk cinta terhadap lingkungan. Edukasi seperti pendampingan dan penyuluhan dari tim Astra juga selalu mereka nantikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar