![]() |
Tips cerdas berkomunikasi |
Tulis yang kamu cari
Halaman
Analytics
Adv
Efektivitas Komunikasi
Hidup Tujuan Saya (HTS)
Dalam setiap diri setiap manusia, tentu manusia mempunyai berbagai macam tujuan. Ada tujuan yang bersifat Duniawi dan ada juga tujuan yang bersifat Ukhrowi atau Akhirat...
Berikut ini Blogger Eksis akan mengemukakan tujuan hidup setelah seperempat abad saya hidup di dunia ini. Dan bagian ini akan menjadi fragmen dari proses perjalanan hidup saya untuk membentuk suatu kisah hidup di episode-episode berikutnya . . .
Pertama, saya harus menjadi sarjana lulusan ilmu komunikasi. Bagi saya, Pendidikan ialah proses pengembangan diri. Suatu proses yang dapat membina nilai-nilai kehidupan menjadi unsur tata kelakuan yang terpuji. Ilmu yang telah saya pelajari, harus segera saya sebarkan ke masyarakat agar saya bisa menjadi sosok yang bermanfaat untuk orang lain dan menciptakan hablumminannas(hubungan antar sesama manusia). Bekal pendidikan yang saya peroleh juga akan menjadi pedoman untuk mewujudkan cita-cita saya.
"Pendidikan bukan persiapan untuk hidup
Pendidikan adalah hidup itu sendiri"
Trilogi 99 Cahaya di Langit Eropa ; Film Religi Kurang Esensi dan Sinergi
Film
adalah wahana untuk menyampaikan berbagai pesan kepada khalayak melalui sebuah
media cerita. Film juga merupakan medium ekspresi artistik sebagai suatu panca
indera bagi para seniman dan insan perfilman dalam rangka mengutarakan
gagasan-gagasan dan ide cerita. Mulai dari kisah cinta yang menggelora, kisah
cita-cita yang menggebu, dan kisah cipta yang menginspirasi. Semua telah
dihadirkan para sineas perfilman dengan rasa yang berbeda.
Berkembangnya dunia sinema Indonesia hingga tahun 2014 telah
menghasilkan berbagai genre
film. Selain sebagai hiburan
ternyata film mengandung
nilai atau pesan yang terkandung didalamnya sehingga memiliki banyak penikmat dan penggemarnya
masing-masing.
Beberapa
film di Indonesia yang menjadi karya dari sutradara-sutradara ternama juga
diangkat dari beberapa novel yang laris dipasaran atau menjadi best seller. Film-film tersebut mampu
eksis ditengah persaingan dunia industri perfilman nasional. Misalnya, Ketika
Cinta Bertasbih (Chaerul Umam), Laskar Pelangi (Mira Lesmana-Riri Riza), Sang
Pemimpi (Riri Riza), Edensor (Benni Setiawan), Negeri 5 Menara (Affandi Abdul
Rachman), 5 cm (Rizal Mantovani), Perahu Kertas (Hanung Bramantyo), Tenggelamnya
Kapal Van der Wijck (Sunil Soraya), dan Marmut Merah Jambu (Raditya Dika)
berhasil mencetak rekor penonton tertinggi.
Meski memiliki dimensi yang berbeda,
novel dan film saling memiliki keterkaitan satu sama lain. Banyak film-film
berkualitas yang diadaptasi dari sebuah novel menjadi laris. Tak jarang, film
hasil adaptasi novel mendapatkan sambutan yang sama baik dengan novel yang
bersangkutan. Tak dapat dipungkiri sukses suatu novel merambat pula kepada
sukses suatu film untuk ditonton oleh masyarakat.
Salah
satu contoh film adaptasi novel paling laris ditahun 2014 adalah film berjudul
99 Cahaya di Langit Eropa. Film ini adalah sebuah film yang diangkat dari novel
yang ditulis oleh Hanum Salsabela Rais, putri tokoh nasional Amien Rais. Cerita
dalam novel tersebut ditulis bersama suaminya, Rangga Almahendra dan
diterjemahkan kembali ke dalam sebuah bentuk skenario oleh Alim Sudio. Kisah
ini berdasarkan pada pengalaman Hanum dan Rangga selama 3 tahun tinggal di
benua biru.
Sesungguhnya
novel dan film itu tidak bisa dibandingkan satu sama lain. Alasannya, karena
masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri. Begitu juga yang
terungkap dalam film 99 Cahaya di Langit Eropa. Jika kita lihat dari segi
kelengkapan cerita, sangat terlihat cerita yang ditampilkan dalam film tidak
selengkap yang telah tertulis dalam novelnya. Beberapa penjelasan-penjelasan
tentang sejarah Islam tidak mampu divisualisasikan secara detail dalam film
ini. Seharusnya hal-hal tersebut bisa menjadi tantangan tersendiri bagi sineas
perfilman Indonesia.
Meskipun
demikian, film 99 Cahaya di Langit Eropa bisa menjadi tontonan yang memuat
pesan toleransi yang sangat indah. Padahal, film-film Indonesia sudah sangat
jarang menampilkan film yang berisi dan memberikan pesan yang mengandung unsur
edukasi kepada masyarakat. Film 99 Cahaya di Langit Eropa berusaha membuat
energi baru dengan mengungkap pesan-pesan yang mendidik dan berdampak pada
publik terutama dalam segi religi yang saling mengasihi.
Tema film ini bercerita tentang pengalaman
sejarah dan peradaban umat manusia di negeri orang dalam mempertahankan
keyakinan, cinta, dan prinsip di tengah sekulerisme Eropa yang dibalut dengan
persahabatan dan pengungkapan misteri peradaban Islam. Unsur penciptaan karya
film bernuansa religius dibuat dengan konflik, penokohan, dan wadrobe yang pas. Namun, konflik
terkesan sederhana dan datar karena hanya berusaha menerjemahkan bahasa
kata-kata ke dalam sebuah visual yang membuat penonton harus menafsirkan
sendiri. Tidak ada dramaturgi yang terbentuk dalam film ini sehingga banyak
orang menilai bahwa film ini adalah sebuah film semi dokumenter atau film
sejarah Islam yang mencoba mengislamisasi diri.
Konflik
ketika kaum urban sulit mendapatkan pekerjaan di Eropa, konflik batin ketika sosok
Rangga harus memilih antara mengikuti ujian studi akhir atau melaksanakan
ibadah sholat Jum’at, dan konflik antara Hanum dan tetangganya yang terganggu
hanya karena bau ikan asin dan suara televisi yang berisik. Ketiga konflik
tersebut terkesan dipaksakan dalam setiap adegan sehingga terlihat janggal atau
aneh bahkan bisa menimbulkan makna ambigu. Seharusnya,
hal-hal yang mengungkapkan pertentangan atau konflik dalam sebuah film yang
menyangkut perbedaan pendapat dan nilai biasanya lebih disukai oleh penonton. Film
ini pun kehilangan esensinya.
Esensi sebuah film adalah rangkaian gambar (visual). Untuk
memahami makna yang terkandung di dalam gambar hasil rekaman (video) tidaklah
mudah. Kendatipun seseorang merasa mengerti tentang sesuatu yang terdapat di
dalam gambar, tetap saja ada hal-hal yang tidak bisa dipahami. Maka, sebuah
gambar menjadi sangat tergantung kepada siapa yang menginterpretasikan.
Penonton yang melihat gambar tertentu akan menginterpretasikan gambar tersebut
menurut pikirannya yang didasari oleh pengalaman hidupnya atau pola pikirnya
hingga mempunyai kesan tertentu.
Beberapa adegan dalam film juga
digambarkan dengan penggunaan dialog yang membuat penonton harus berpikir
dengan logika. Misalnya dialog dua orang asing yang menganggap roti croissant sebagai bentuk dari bendera
Turki yang jika dimakan sama saja dengan menghina muslim. Lalu, ada juga dialog
seorang dosen yang berusaha menafsirkan makna bismillah saat Rangga meminta
izin untuk mengubah waktu ujiannya yang bentrok dengan ibadahnya. Dialog dalam
dua adegan tersebut memang mengalir, namun penonton harus mampu mencerna kata
demi kata yang terucap oleh pelakunya karena visual adegan dibuat dengan potongan
gambar yang biasa saja, tanpa ada suspence
atau punching line.
Namun, Film 99 Cahaya di Langit
Eropa cukup berhasil sebagai film yang menyampaikan informasi mengenai
jejak-jejak agama Islam di benua Eropa. Film ini membawa
kita untuk memahami sejarah kejayaan Islam di tanah Eropa tanpa terkesan
menggurui. Melalui film ini kita menelusuri sejarah Islam di Eropa terutama
dari masa Dinasti Umayyah dan Ustmaniyyah. Kita mampu melihat jatuh bangun
peradaban Islam yang pernah menyinari daratan Eropa. Disamping itu, kita juga
dapat menyimak perjalanan Fatma Pasha. Sosok imigran dari Turki yang menjadi
sahabat Hanum untuk mencari kehidupan yang lebih baik sekaligus menyebarkan
cahaya Islam dan menghapus stereotipe negatif tentang Islam yang sudah
mengakar kuat di Eropa. Energi sejarah islam yang masih kurang dalam film ini
ialah tentang sosok Kara Mustafa Pasha yang hanya selintas diceritakan dan
membuat penonton terus bertanya-tanya siapakah sosok beliau yang mampu memberi
pengaruh dalam Islam.
Kita
harus mengakui bahwa menonton film ini lebih seperti melihat kembali
ensiklopedi kemegahan Eropa dan sejarah Islam dibandingkan dengan mengajak
penonton untuk turut serta merasakan apa yang para tokohnya rasakan. Logisnya, film
ini memang seperti dibuat dari sudut pandang sang penulis novelnya. Esensi
cerita pun justru menjadi bias dan kosong. Konflik-konflik dalam cerita berusaha
diungkap dan ditampilkan melalui sejumlah monolog yang dilakukan oleh tokoh
Hanum. Namun, penggarapannya terkesan kurang rapi karena cerita yang tersaji
tidak mampu mengikat emosi penonton.
Film yang
mengambil lokasi syuting di empat negara Eropa: Vienna (Austria), Paris
(Perancis), Cordoba (Spanyol), dan Istanbul (Turki) juga unggul dalam sisi sinematografi karena berhasil menampilkan unsur
visual panorama kota-kota tersebut menjadi magnet tersendiri bagi penonton. Ketajaman
gambar dan corak penggambarannya mampu menggugah penonton untuk mengunjungi
empat kota itu. Walaupun harus kita akui establish
shot yang ditampilkan tampak terlalu banyak. Entah untuk memperpanjang
durasi atau memang strategi pasar pemilik modal yang membiayai film ini
menjadikan sebuah lahan promosi pariwisata tersendiri.
Sisipan
adegan-adegan iklan juga sedikit mengganggu jalan cerita. Adegan dibuat demi
komersial semata seperti kebanyakan film-film Indonesia lainnya. Tidak tercipta
dalam suatu makna yang memiliki unsur drama. Untung saja, pihak sponsor yang terlibat
dalam produksi film ini tidak terlalu banyak sehingga masih terlihat sewajarnya
walaupun tidak tergarap secara memuaskan. Seperti adegan pengambilan uang di
ATM yang dilakukan oleh Rangga.
Unsur-unsur lain yang juga tampak mengganggu dalam film
ini ialah editing
subtitle dialog yang kurang rapi. Pada film ini juga tidak
diceritakan latar belakang beberapa karakter orang asing yang ternyata bisa
berbahasa Indonesia dengan fasih seperti Fatma Pasha dan Ayse dari Turki,
Marion Latimer dari Perancis, Khan dari Pakistan, serta Maarja dan Stefan.
Memang sulit memaksakan para aktor atau aktris untuk menguasai bahasa asing
sesuai perannya masing-masing, namun jika para sineas berhasil menggarapnya,
maka film ini akan berpeluang untuk dikenal lebih luas di mancanegara atau go international.
Pada
akhirnya, sinergi antar semua unsur yang tergabung dalam film ini memang
bertumpu pada cerita. Materi cerita novel 99 Cahaya di Langit Eropa memang
terlalu luas untuk dimuat dalam satu kisah visual. Namun, banyak penonton
beranggapan bahwa materi cerita tersebut memiliki nilai komersial yang tinggi
sehingga para produser memutuskan untuk produksi sekuel film 99 Cahaya di
Langit Eropa menjadi dua bagian. Ada 99 Cahaya di Langit Eropa Part 2 dan 99 Cahaya di Langit Eropa Final Edition. Kondisi demikian sudah
menjadi strategi marketing tersendiri para pemilik modal. Tetapi, penonton pun
banyak yang merasakan tidak mencapai klimaks untuk menonton film ini. Sinergi
film ini pun seakan sirna di sekuel-sekuel film berikutnya.
Jika
99 Cahaya di Langit Eropa terkesan berusaha untuk tampil dengan kisah
yang lebih luas tentang suatu perjalanan religi, maka 99 Cahaya di Langit
Eropa Part 2 jelas dapat dirasakan sebagai sebuah bagian
penceritaan yang lebih personal. Meskipun beberapa konflik yang dihadirkan
kurang mampu terasa esensial dan gagal bersinergi pada unsur sinematografi dari
sekuel film ini sebelumnya.
99
Cahaya di Langit Eropa Part 2 hanya memberi fokus yang lebih kuat pada kisah
kehidupan kedua peran utama dalam film ini, yaitu Hanum dan Rangga dalam sebuah
narasi. Penonton hanya disuguhkan dengan kualitas akting yang cukup meyakinkan
dari sisi teknikal serta penampilan para pemeran, 99 Cahaya di Langit Eropa
Part 2. Tidak begitu banyak yang bisa kita apresiasi untuk sekuel ini,
namun setidaknya sineas mulai melakukan perbaikan kualitas yang lebih layak
untuk suatu tontonan sebuah film.
Pada
akhirnya, menonton film 99 Cahaya di Langit Eropa akan membawa kita untuk merasakan
suatu cerita perjalanan spiritual yang telah dialami oleh Hanum dan suaminya.
Kita bisa merasakan bahwa kita masih jarang membuka mata untuk melihat dunia
dan segala isinya, terutama yang berkaitan dengan ajaran keagamaan. Perjalanan
yang terekam dalam film tersebut harus mampu membawa penonton untuk naik ke
derajat yang lebih tinggi dalam memperluas wawasan sekaligus memperdalam
keimanan. Meskipun, jenis film religi ini masih belum tampak esensi dan sinergi
yang memadai.
Perspektif Neophilia VS Perspektif Pesimis Budaya terhadap New Media
Menurut Curran dan Seaton (2003), dua perspektif mendominasi perdebatan tentang media baru di Inggris, yaitu Perspektif Neophiliac dan Perspektif Pesimis Budaya.
Dari 2 perspektif tersebut, Blogger Eksis lebih condong ke Perspektif Neophiliac.
Alasannya, karena saya termasuk dalam golongan individu Neophilia.
Neophilia berasal dari bahasa Yunani kuno yang terdiri atas dua kata yaitu neo (baru) dan philia (cinta). Secara harfiah, neophilia dapat diartikan sebagai kecintaan terhadap hal baru. Secara logika, seseorang yang memiliki kecintaan terhadap sesuatu hal, maka ia akan cenderung berusaha mencari hal tersebut untuk mendapatkannya. Demikian juga dengan orang yang memiliki kecintaan terhadap hal baru (neophilia). Baik secara sengaja ataupun tidak, mereka juga akan memiliki kecenderungan untuk mencari hal-hal baru tersebut. Hal ini dilakukan untuk memenuhi kepuasannya sebagai bentuk aktualisasi id yang bersifat irasional.
Biasanya, seseorang dengan kepribadian neophilia memiliki kecenderungan untuk bahagia karena mampu menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan yang dinamis dan terus menghadirkan segala hal yang baru. Selain itu, para neophiliacs cenderung selalu menginginkan pengalaman yang baru dalam hidupnya karena mereka cenderung mudah bosan dengan apa yang dialami atau dimilikinya saat ini. Terdapat beberapa faktor yang mengindikasikan seseorang dianggap memiliki kecenderungan neophilia atau tidak. Faktor-faktor tersebut meliputi penerimaan terhadap perubahan sosial, nostalgia, kebiasaan yang unik, adanya perubahan secara personal, keberanian untuk mengambil resiko, dan meremehkan sesuatu yang bersifat normatif. Kriteria-kriteria inilah yang menjadi dasar pengukuran terhadap individu apakah individu tersebut memiliki kecenderungan neophilia atau tidak.
Dalam kaitannya terhadap New Media, perspektif neophiliac memandang New Media sebagai pembangkit rasa ingin tahu seseorang untuk mencari variasi dan perbedaan. Pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (Information and Communication Technology/ICT) membuat arus globalisasi terasa makin deras mengalir ke seluruh penjuru dunia. Menghapus batas-batas ruang antar negara, bahkan menghapus batas jarak dan waktu.
Perspektif neophiliacs mencoba mengungkap pengaruh positif dalam keberadaan New Media seperti kemajuan informasi yang mudah diperoleh sehingga mengakibatkan hampir dalam segala aspek kehidupan berkembang dalam waktu yang tidak lama. Ide-ide, informasi, gagaan, tulisan, karya atau bahan-bahan mentah yang dapat dimuat dalam New Media membuat hidup serba cepat, persaingan pun semakin ketat.
Dilihat dari karakteristik new media diatas, tentu komunikasi virtual dapat dengan mudah terjadi. Kemudahan-kemudahan yang ditawarkan membuat manusia berkeinginan untuk dapat lebih memanfaatkannya. Salah satu kemudahan yang ditemukan di new media biasa disebut dengan istilah anything goes dalam dunia maya. Maksudnya, new media dalam dunia virtualnya menawarkan adanya ruang privat dan ruang publik. Namun semuanya diputuskan oleh individu sendiri (individual choice) sebagai pengguna apakah ingin menggunakan media ini untuk privasi identitasnya atau ingin serius go public.
Inilah suatu fenomena yang dihadirkan dalam cyberspace yang menyediakan ruang-ruang sosial seperti dunia nyata. Ruang-ruang tersebut merupakan simulasi dari ruang sosial yang kita miliki di dunia nyata. Namun kedua ruang sosial tersebut memiliki karakteristik berbeda. Dalam ruang sosial dunia nyata kita akan memiliki kebersamaan yang bersifat sosial, solidaritas sosial dalam sebuah ruang atau tempat seperti kampung, dan didalamnya kita selalu dapat berkomunikasi secara face to face (tatap muka). Sebaliknya, interaksi kita tidak akan terasa kondisi demikian dalam ruang sosial. Kita harus memerlukan imajinasi kolektif didalam sebuah tempat yang imajiner menelusuri aliran bit-bit data dalam jaringan komputer. Itulah hakikat ruang sosial dalam cyberspace sebagai simulasi dari ruang sosial di dunia nyata. Sadar atau tidak sadar ruang-ruang dalam dunia cyber ini justru mempengaruhi ruang sosial di dunia nyata kita.
Perspektif neophiliacs juga memandang new media sebagai sarana pemuas kebutuhan karena memberikan kemajuan dan perkembangan bagi kehidupan manusia. Kebutuhan akan akses dan koneksi yang lebih cepat dan murah sudah tidak perlu dicari lagi. Jaringan dan pergaulan yang luas dari new media akan mengizinkan manusia untuk dapat terhubung dengan komunitas atau masyarakat lain yang berbeda. Hal ini akan membuka pikiran dan pengetahuan masyarakat. Ditambah dengan hypertextual dari new media yang akan memperluas jendela informasi terhadap masyarakat. Selain itu, masyarakat akan lebih dituntut untuk aktif mencari dan mengembangkan diri. Tuntutan seperti ini diharapkan menjadi sebuah perubahan yang baik juga dalam masyarakat. Masyarakat yang sebelumnya memegang keterikatan secara fisik dalam ruang dan waktu yang nyata kini secara perlahan telah berubah dan mengakui dirinya sebagai seorang Neophiliacs.
*Opini ini dibuat dalam Forum ke-7 untuk Mata Kuliah New Media & Society Format E-Learning Universitas Mercu Buana Program Kelas Karyawan Fakultas Komunikasi Jurusan Penyiaran.
Ketika Konotasi Pencitraan di Media Sosial Hanya Sebatas Eksistensi Bukan Sosialisasi
Dewasa ini, arus informasi bisa dibilang mengalir kian deras. Aliran
informasi mengalir dari satu sumber ke penerima dan kemudian mengalir
lagi ke penerima berikutnya. Begitu seterusnya. Keadaan seperti ini
memang tak bisa dihindari. Bisa dibilang hal ini adalah salah satu
konsekuensi dari kemajuan teknologi komunikasi dan informasi di era
globalisasi.
Beberapa new media dengan teknologi canggih bermunculan
dengan menawarkan segala informasi yang ada. Sebut saja, media sosial
seperti internet yang telah dilengkapi search engine, jejaring
sosial, blog, dan sebagainya. Informasi yang dapat kita peroleh dari
media sosial tersebut tidak dipungkiri sangat berguna bagi kehidupan
karena nilai informasi yang dihadirkan tergolong aktual.
Kumpulan Puisi dalam Film Ada Apa Dengan Cinta
Aku Ingin Bersama Selamanya
Ketika tunas ini tumbuh
Serupa tubuh yang mengakar
Setiap nafas yang terhembus adalah kata
Setiap nafas yang terhembus adalah kata
Angan, debur dan emosi
Bersatu dalam jubah terpautan
Bersatu dalam jubah terpautan
Tangan kita terikat
Lidah kita menyatu
Maka, setiap apa terucap adalah sabda pandita ratu
Lidah kita menyatu
Maka, setiap apa terucap adalah sabda pandita ratu
Ahh... diluar itu pasir
diluar itu debu
Hanya angin meniup saja
Lalu terbang hilang tak ada
Hanya angin meniup saja
Lalu terbang hilang tak ada
Tapi kita tetap menari
Menari, cuma kita yg tau
Menari, cuma kita yg tau
Jiwa ini tandu
maka duduk saja
Maka akan kita bawa
Semua
Karena..
Kita...
Adalah....
SATU.
(Puisi dibuat oleh Rako Prijanto -Asisten Sutradara Film AADC-. Divisualisasikan di adegan awal film saat Alya -Teman Cinta- sedang bercerita tentang masalah keluarganya. Cinta & the gank pun mencoba menghibur Alya dengan puisi yang dibuat oleh Cinta untuk mengikuti kompetisi lomba puisi tahunan di sekolahnya.)
I Want to be Together Forever
When this bud grows
like a body taking root
Every breath taken is a word
Imaginings, sounds, emotions mingle together
weaving one robe around us
Our hands join
Our lips form in unicorn
Every word we say is the command of the high priestess
Ahh.. . The rest is sand
The rest is dust
Only the sand blows
then swirls, and disappears
But, we still dance
A dance that only we know
Our souls are like a palanquin
So just take a seat
and we will take
All
because
we
are
ONE
----------------------------
Bosan
Ku lari ke hutan
kemudian menyanyiku
Ku lari ke pantai
kemudian teriakku
Sepi, sepi dan sendiri
Aku benci
Aku Ingin bingar
Aku mau di pasar
Bosan aku dengan penat
dan enyah saja kau pekat
dan enyah saja kau pekat
Seperti berjelaga
jika ku sendiri
Pecahkan saja gelasnya biar ramai
jika ku sendiri
Pecahkan saja gelasnya biar ramai
Biar mengaduh sampai gaduh
Oh... Ada malaikat menyulam
jaring laba-laba belang
di tembok keraton putih
jaring laba-laba belang
di tembok keraton putih
Kenapa tak goyangkan saja loncengnya
biar terdera
Atau aku harus lari ke hutan
belok ke pantai .........
biar terdera
Atau aku harus lari ke hutan
belok ke pantai .........
(Puisi ini dibuat oleh Rako Prijanto -Asisten Sutradara Film AADC-.
Divisualisasikan sebagai puisi yang dibuat oleh Rangga dan dikirimkan oleh Mang Diman -Penjaga Sekolah Gonzaga- untuk mengikuti
kompetisi lomba puisi tahunan di sekolahnya.)
Bored
I run to the forest
and then I sing
I run to the beach
and shout out loud
It is so quiet
I hate being quiet and alone
I want to be noisy
I want to be at a market
I'm bored with being tired
I feel covered with soot if I'm alone
Just break the glass to make a noise!
Let them thowl, until there is a tumult!
Oh... . I can see an angle weaving a striped spider's web
on the wall of a white palace
Why not just swing the bell, until it winces!
Or should I run to the forest
turn to the beach.
-----------------------------
Ada
Apa Dengan Cinta
Perempuan datang atas nama cinta
Bunda pergi karena cinta
digenangi air racun jingga
adalah wajahmu seperti bulan
Lelap tidur di hatimu
yang berdinding kelam dan kedinginan
‘Ada Apa dengannya ... . ?’
Meninggalkan hati untuk dicaci
Lalu sekali ini aku lihat
karya surga dari mata seorang hawa . .
Ada Apa Dengan Cinta?
Tapi, aku pasti akan kembali
Dalam satu purnama
Untuk mempertanyakan kembali cintanya .
.
Bukan untuknya, bukan untuk siapa . . .
Tapi, untukku ...
Karena aku ingin kamu . . .
Itu saja .
(Puisi ini dibuat oleh Rako Prijanto -Asisten Sutradara Film AADC-.
Divisualisasikan sebagai puisi yang ditulis oleh Rangga dan diberikan kepada Cinta di adegan akhir Film AADC).
What's wrong with LOVE ?
A woman comes in the name of Love
A mother leaves because of Love suffused with an orange poison,.
Your face is like a moon
Sound asleep in your heart
Walled in by darkness and cold
What is the matter with them?
Leaving one's heart to be scorned
And for once I witness heavens work through the eyes of Eve..
What's wrong with LOVE ?
And i will surely return when the moon is full
To ask again for her love,
Not for her, not for anyone
But for myself because I want You
And that is all.
A mother leaves because of Love suffused with an orange poison,.
Your face is like a moon
Sound asleep in your heart
Walled in by darkness and cold
What is the matter with them?
Leaving one's heart to be scorned
And for once I witness heavens work through the eyes of Eve..
What's wrong with LOVE ?
And i will surely return when the moon is full
To ask again for her love,
Not for her, not for anyone
But for myself because I want You
And that is all.
KUMPULAN PUISI INI GW TULIS KEMBALI SEBAGAI APRESIASI GW TERHADAP FILM ADA APA DENGAN CINTA YANG FENOMENAL. FILM INI JUGA MENJADI REFERENSI GW DALAM MEMBUAT MATERI PRESENTASI TUGAS MAKALAH TENTANG KOMUNIKASI KELOMPOK DI MATA KULIAH TEORI KOMUNIKASI PROGRAM KELAS KARYAWAN - UNIVERSITAS MERCU BUANA-
Langganan:
Postingan (Atom)