Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI), tambo berarti sejarah atau babad yang bercampur
dengan dongeng. Sama hal dengan film Jumbo yang sanggup mengemas kisah dongeng
versi anak-anak dan membangkitkan inner child semua usia. Apalagi para
pengisi suara (voice actor) yang ada didalam film ini mampu mengucapkan
dialog untuk kerahkan imajinasi penonton tetap fokus pada detail visual animasinya.
Film Jumbo pun jadi film pertama yang Blogger Eksis tonton bersama keponakan pada
hari pertama penayangan di bioskop saat momen libur lebaran 2025.
Hari pertama lebaranku diisi dengan bekerja, lanjut melayat ke makam ayahanda teman yang baru meninggal, hingga malam hari aku sempatkan diri ke Cinema XXI Lippo Mal Puri untuk nonton film Jumbo. Kegiatan NoBar malam itu jadi aktivitas yang paling menyenangkan karena #JumboUntukSemua bisa dinikmati berbagai kalangan. Ada hal tentang sikap untuk memaknai kehilangan atau mengikhlaskan segala hal yang pernah terjadi dalam hidup ini. Berikut ulasan film Jumbo!
Film
animasi produksi Visinema Pictures tersebut bertutur tentang Don (Prince Poetiray) yang
kerap dipanggil Jumbo merupakan sosok anak yatim piatu yang kini tinggal
bersama Oma (Ratna Riatiarno). Momen kehilangan orangtua tak membuat Don terpuruk
dalam kesepian untuk jalani keseharian. Orangtuanya (Ariel Noah dan Bunga Citra
Lestari) mewariskan suatu buku dongeng yang menjadi harta paling berharga dalam
hidup Don. Selain itu, Don punya dua sahabat seperti Nurman (Yusuf Ozkan) dan
Mae (Graciella Abigail) yang kerap menemani Don untuk buat pentas dari buku
dongengnya.
Dari sirkel Don, ada saja yang tidak suka dengannya seperti karakter Atta (M.
Adhiyat) yang suka mengejek dan meremehkan impian Don. Beruntunglah Don bertemu
arwah cilik yang cantik bernama Meri (Quinn Salman), Ia menolong dan
menyadarkan Don untuk tidak menyerah dalam melihat sisi gelap hidup ke depan. Sebab,
Meri merasa punya begitu banyak kesamaan.
Tak hanya
berbagi kenangan tentang orangtuanya melalui dongeng, Don juga menyimpan rasa kangen teramat dalam lewat
sebuah radio sehingga Ia masih bisa dengar suara-suara orang yang sudah tiada
di dunianya.
Kisah film
Jumbo memang terbilang lazim dengan tawaran unsur fantasi sebagai upaya
mendekatkan diri pada segmentasi penonton anak-anak. Hanya saja, cerita Jumbo
masih terbilang agak berat untuk dicerna anak-anak. Bobot cerita yang
menyenangkan kadang berubah jadi menyedihkan bahkan menegangkan.
Misal ada
unsur mistis fantasi dengan kehadiran Meri. Tokohnya memang tak menakuti
anak-anak, tapi kedekatan Don dengan Meri sejak dini malah membuat pola pikir
anak bermain dalam imajinasi liar. Anehnya, Meri hadir ke dunia punya
kesamaan untuk mencari orangtua yang telah hilang. Motivasi kemunculan Meri ini
justru jadi distorsi plot hole yang merusak storyline.
Pondasi
konflik menyentuh hati yang terbangun seakan jadi patah karena ada dunia lain
diluar hidup Don yang harus diiikuti alur ceritanya. Drama seperti ini membuat
sudut pandang Don terlalu dewasa bagi anak seusianya. Penonton pun harus
mencari argumentasi fantasi seperti apa dibalik sahabat tak kasat mata dari
sosok Meri.
Bila cerita
fokus pada elemen konflik terkait bullying atau perundungan anak, balas dendam,
momen kehilangan atau traumatik masa lalu rasanya bakal lebih pas klimaksnya.
Pengalaman hidup dari anak-anak yang tumbuh tanpa peran orangtua justru bisa
lebih mengiris hati siapapun penonton yang melihatnya. Apalagi mereka juga
terlahir tanpa privellege karena keterbatasan ekonomi.
Padahal
penulis begitu suka dengan karakter atau penokohan dalam film animasi Jumbo yang humanis tapi tetap optimis. Sebagai karakter utama, Don dipanggil dengan
sebutan ‘jumbo’ karena postur tubuh yang terlihat gemoy. Tokoh protagonis ini
juga terlihat tak sempurna dengan latar belakang kurang kasih sayang keluarga
sehingga terlihat ego yang menonjol. Rentang emosi dari sosok bocil ini masih
terlihat wajar. Ada kalanya meledak, kadangkala justru lirih saat terhempas
dalam pergaulan.
Didukung pula
karakter antagonis teman Don bernama Atta. Dibalik keusilannya, ternyata Ia
hanya tinggal bersama abang kandung, Acil (Angga Yunanda) di rumah yang sangat
sederhana. Disini, penokohan terlihat jelas seperti apa menjadikan manusia
sebagaimana mestinya tanpa harus terlihat sempurna dan penonton pun jelas mudah
bersimpati terhadap karakter yang telah tercipta.
Penyuntingan
tekstur dan gerakan gambar yang halus terasa dekat dengan keresahan dalam keseharian. Ada latar
jalanan gang sempit dalam perumahan padat penduduk yang jadi ciri khas dari
wilayah Indonesia yang autentik. Desain karakter dari mimik, pakaian, rambut,
warna kulit, dan lingkungan sosial tampak natural. Kekayaan detail grafisnya
didukung warna pastel dan palet dengan nuansa cerah maupun gelap. Kehangatan
visual ini membawa nonton Jumbo sama hal seperti mendengar bacaan dongeng
sebelum tidur.
Dari sisi
musik, Lagu Selalu Ada di Nadimu karya trio Laleilmanino yang
dibawakan oleh Bunga Citra Lestari sungguh menyayat hati pendengar sekaligus
penonton. Musik yang menyenangkan juga digarap Maliq D’Essential dengan lagu
Kumpul Bocah yang seolah memberi semangat bagi anak-anak untuk tidak membuncah
hadapi masa kecilnya. Apalagi lagu tersebut pernah populer saat dinyanyikan Mami Ina (Vina Panduwinata) pada masanya. Lirik lagu sederhana dengan ungkap makna
mendalam mampu jadikan film Jumbo terasa makin hidup.
Terima kasih
kepada sutradara film Jumbo, Ryan Ardhiandhy yang sanggup berjuang selama 5
tahun bersama 420 kreator animasi di Indonesia. Habis nonton film Jumbo,
penulis hanya bisa berpikir bahwa film animasi ini telah mengajarkan anak-anak
untuk memaknai seperti apa respon terhadap momen kehilangan yang bakal terjadi
dalam hidup kita, entah pada usia berapa kita akan menemuinya. Durasi 1 jam 42
menit mengajak penonton resapi makna keluarga dan persahabatan yang selalu
punya kenangan. Nonton jumbo dengan nuansa tambo.
Selamat buat
film Jumbo yang menjadi film animasi terlaris sepanjang masa di Indonesia. Ini
menjadi catatan sejarah sebagai tontonan anak dengan karya audiovisual yang
memikat mata, hati, dan telinga. Film Jumbo akan selalu menjadi hiburan spesial
karena kualitas animasinya juga siap bersaing ke pasar global dan siap tayang
ke 17 negara. Turut bangga industri kreatif seperti animasi ini membuktikan
bahwa harapan bagi anak-anak Indonesia masih cerah untuk memberi warna pada
perfilman nasional.
Aku udah nonton dan menikmati banget semuanya. Pas komen ini aja lagi dengerin space Habis Nonton JUMBO di X. Semoga bulan depan masih ada. Soalnya mau ngajak Bocah nonton kalau dia pulang
BalasHapusFilm Jumbo menyentuh dengan cerita tentang kehilangan dan persahabatan, dibalut animasi indah khas Indonesia. Keberanian Don menghadapi kesulitan hidup dan interaksi dengan karakter fantastis seperti Meri membuat film ini tak hanya menyenangkan, tapi juga menyentuh hati. Nonton Jumbo seperti mendengarkan dongeng yang penuh makna.
BalasHapusWah saya jadi penasaran, soalnya review dan pembahasannya muncul di medsos terus belakangan ini. Wajib nonton nih bareng anak sulung.
BalasHapusSetuju banget! Prestasi film Jumbo ini benar-benar membanggakan dan jadi bukti bahwa karya anak bangsa bisa bersinar di panggung internasional. Visualnya memikat, ceritanya menyentuh, dan yang paling penting—menghibur sekaligus membangun imajinasi anak-anak Indonesia. Semoga keberhasilan ini membuka jalan bagi lebih banyak animasi lokal berkualitas tinggi. Salut untuk seluruh tim di balik layar yang telah bekerja dengan hati dan dedikasi! ✨
BalasHapusAku blm sempat nonton nih. Penasaran juga sih, dan makin penasaran sertlah baca review ini. Haha.. Terima kasih sharing review nya ya.. Mudah-mudahan sempat nonton sebelum selesai masa tayangnya..
BalasHapusdari segi cinematic film Jumbo ini memang keren dan mungkn melampaui film animasi sebelumnya. tapi memang saya juga merasa plot dari film ini terlalu berat dan banyak untuk anak-anak dan berbagai isu lain yang menjadi bahan perdebatan. tapi tentunya kita tetap perlu mengapresiasi film ini karena bisa menjadi harapan baru bagi dunia animasi kita
BalasHapusFilm karya anak bangsa yang lagi-lagi membanggakan dan tidak kalah saing dengan film-film luar negeri lainnya.
BalasHapusBeluum sempet nonton sampai saat ini huhuu. Melihat review dari Kakak dan temen2 lain, sprtinya Jumbo bisa jd pilihan hiburan paling bagus di weekend ini. Tp, latar cerita Don sebagai yatim piatu kayanya bakal melow bgt deh, apalagi utk penonton yg relate a.k.a yatim piatu jg :(
BalasHapusSetuju bahwa 'Jumbo' berhasil mengangkat tema kehilangan dan perundungan dengan sentuhan fantasi yang menyentuh. Karakter Don dan Meri juga ngasih pelajaran berharga tentang keberanian dan persahabatan. :D
BalasHapusJumbo ini pemutaran hari pertama malah ga terlalu rame, tapi begitu rame di sosmed dengan tagar buzzer gratis Jumbo langsung viral dan banyak yang nonton. Ikut senang dengan kesuksesannya. Semoga makin banyak film animasi karya anak bangsa yang mengikuti langkahnya
BalasHapus