Tulis yang kamu cari
Halaman
Analytics
Adv
Pandora Experience Macabre, Destinasi Permainan Tema Horor yang Gore
Blogger Eksis tak membayangkan bisa tergoda ikut
main ke Pandora Experience. Setelah dengar pengalaman teman teater dan lihat
konten video dari Raditya Dika, akhirnya aku beranikan diri untuk ikut serta
pada skenario Pandora Experience Macabre. Total 6 orang yang memilih lokasi di Mal
Taman Anggrek, Jakarta Barat pada Minggu (1/12) untuk merasakan Macabre: Van
Gogh’s Obsession dengan durasi maksimal 120 menit.
Tiba di Mall Taman Anggrek, aku dan temanku
langsung bergegas menuju lantai 2. Berhubung sudah booking dari jauh hari, maka
kami tinggal tanda tangan surat pernyataan yang menjelaskan bahwa pihak Pandora
tidak bertanggung jawab atas kerusakan atau cedera fisik yang terjadi selama
permainan berlangsung. Selain itu, dijelaskan pula untuk tidak bawa perangkat
seluler yang bisa ganggu permainan. Kebijakan tidak boleh foto dan video menurutku
harus diubah karena pengalaman horor untuk ambil konten didalam justru bisa jadi
tantangan tersendiri bagi siapa saja yang masuk. Namun, kami tetap patuh dan
menyimpan semua barang berharga yang dibawa ke dalam locker yang telah
disediakan.
Sebelum bermain, kami diberi penjelasan terkait
aturan main didalam ruangan. Kemudian kami diberi satu walkie-talkie sebagai
alat komunikasi ke Game Master saat permainan berlangsung nanti. Ketika
masuk ke dalam ruangan, kami harus pakai penutup mata dan berbaris rapi untuk
pegang pundak teman satu sama lain.
Hal pertama yang disuguhi yaitu lukisan
dengan latar belakang video yang diputar untuk menjelaskan skenario apa yang
bakal terjadi. Beberapa lukisan terlihat seperti potret diri yang punya ciri
khas dramatis dengan goresan kuas penuh unsur mistis. Lalu, kami dibiarkan
memecahkan teka teki tanpa ada hint yang disuguhkan (clueless).
Kami memeriksa beberapa sudut ruangan untuk cari petunjuk. Sampai akhirnya, ada
petunjuk yang menempel pada salah satu dinding untuk dapat penerangan cukup
didalam situ. Kami harus susun arus listrik sesuai huruf yang diinginkan dan
lampu indikator akan menyala setelah formasi arus listrik berhasil dipecahkan.
Ruangan
gelap berubah dengan pencahayaan remang sebab lampu mulai menyala untuk
beberapa sisi. Cuma kami tak tahu lagi harus bertindak apa dari situ. Untungnya
ada teman yang coba menekan beberapa tombol di dinding. Tiba-tiba audio
mencekam keluar dan suasana horor makin menyelimuti ruangan.
Teka-teki selanjutnya, kami harus perhatikan tiap
lukisan yang ada didalam ruangan. Cari hal ganjil yang paling mustahil. Tentu
kami bisa temukan dengan mudah karena tiap lukisan punya huruf berwarna merah,
baik keterangan atau judul lukisan pada kanvasnya. Huruf demi huruf harus
dirangkai membentuk kata kunci untuk disesuaikan dalam papan datar pemanggil
arwah.
Iya,
kali ini kami harus bermain Ouija atau Papan Roh yang dilengkapi petromaks. Ada
deretan huruf maupun angka yang dilengkapi kata “YES” and “NO” pada sisi
atas papan. Petromaks akan mati saat huruf yang dipilih pada papan sesuai.
Dari situ, suara pintu ruang lain mulai
terbuka. Terdapat lorong dengan lemari dan lukisan yang tampil abstrak. Kondisi
ruang masih minim cahaya. Ada 5 pintu juga yang sesekali terdengar suara
ketukan. Dalam ruangan ini, kami harus susun puzzle-puzzle bergambar
lukisan yang berserakan.
Kesulitan mulai terasa. Entah sudah berapa
lama kami habiskan waktu di sana. Untungnya kami ber-6 bukan termasuk orang
yang gampang menyerah. Saat stuck, kami mulai bertanya susunan seperti
apa yang diharapkan atau bantuan lain untuk memudahkan puzzle tersebut tersusun
dalam rangkaian yang benar.
Setelah kami lakukan sesuai perintah, pintu lain
kembali terbuka. Ternyata kami kembali ke ruangan semula. Ada sound effect
lagu mulai diperdengarkan dan kami harus menjawab judul lagu apa yang
dinyanyikan. Tentu cara menjawab tetap harus gunakan planchette
(potongan kayu) pada Ouija untuk eja huruf demi huruf yang bentuk judul lagu
tersebut.
Pada tahap selanjutnya, kami masih kembali ke
lorong yang sama. Bedanya, teka-teki yang dipecahkan tentu lain dari awal. Ada
potongan kertas laminasi yang harus disusun membentuk suatu kalimat sebagai kata
kunci untuk buka ruangan berikutnya. Cara memasukkan kalimat tersebut dengan
menekan tombol keypad yang tersedia pada salah satu laci meja. Tak
terlalu lama untuk pecahkan teka-teki ini dan kami bersiap untuk pindah ke
ruang berikutnya dengan mengunci pintu ruangan yang sebelumnya.
Tengah
permainan, aktivitas fisik dimulai. Pelan-pelan tapi pasti. Kami harus naik
tangga menuju ruang lain yang hampa. Setelah itu, merangkak satu per satu dan
turun kembali yang ternyata menuju ke ruangan awal. Sempat terasa membosankan karena
kami masih berpindah hanya ke dua ruangan yang itu-itu saja.
Berhubung
tak ada petunjuk lain, kami coba tanya kembali ke Game Master. Sayangnya
baterai walkie-talkie sudah habis dan kami informasikan melalui CCTV
untuk minta ganti alat komunikasi tersebut. Setelah itu, kami diberi petunjuk
untuk cari arloji yang wajib dibawa ke misi terakhir.
Kembali
masuk ke ruangan seperti lorong, kami mulai dikejutkan dengan kehadiran hantu
istri dari Vincent Willem van Gogh. Aura dunia lain mulai terasa. Kami memang
berperan hari itu sebagai sosok seniman yang tersiksa. Cocok sekali dengan
karakter dari anak-anak Teater Confeito yang kreatif tapi agak gila
pemikirannya. Kami mulai saling dorong untuk menutup pintu supaya arwah itu tak
menghantui kami di ruangan tersebut.
Tiba-tiba
pintu ruang lain terbuka. Misi dalam ruang ini ada susunan huruf dan simbol
yang harus dipecahkan dalam ruang berbeda. Tentu kami harus berbagi peran, ada
yang tugas baca judul lukisan dan ada juga yang tugas menerjemahkan huruf demi
huruf untuk bentuk suatu pernyataan.
Teka-teki
yang paling frustasi versiku tentu di ruangan setelahnya. Tampak ada lukisan tertutup
kain putih. Disudut ruang lain, terdapat meja bundar yang di atasnya harus
ditaruh potongan kayu sesuai simbol seperti tangan, air, dan peti mati. Secarik
kertas dengan beberapa simbol termasuk penjelasannya pun harus terpecahkan dan
disesuaikan posisinya ke atas meja itu.
Menuju
tahap akhir, terdapat ruang yang di atas meja ada radio dengan dinding yang
masih terpasang lukisan. Disini, kami masih interaksi dengan suara audio yang
terdengar dari radio. Sebab suara yang diputar hanya sekali dan menjadi
petunjuk atas apa yang harus kami lakukan di ruangan itu. Angka pada arloji
yang dibawa harus menyesuaikan frekuensi dari siaran radio. Setelah itu, ada
petunjuk lain bahwa kami harus menangkap kupu-kupu melalui lukisan dengan
menempel kayu berbentuk persegi.
Aku
pikir bagian ini sudah akhir dari permainan. Begitu tantangan ditaklukkan
ternyata ada pintu lain yang masih terbuka. Setelah terbuka, akhirnya tampak
hantu yang sama seperti pertengahan tadi kembali meneror kami. Pencahayaan di
ruang ini sangat mendukung sehingga hantu juga berupaya mendekat. Tantangan
selanjutnya yaitu seperti apa kami harus menutup pintu yang terbuka sehingga
hantu tak bisa bergerak lebih maju. Akhirnya, kami memberanikan diri untuk
saling dorong dan cari tumbal biar bisa menutup pintu barengan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar