“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu) amal jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan do’a anak yang sholeh”
(HR. Muslim no. 1631)
Takdir tak pernah ada yang tahu. Mungkin saja hari ini kamu masih bisa membaca tulisanku, tapi beberapa waktu kemudian ajal harus datang menjemput. Persiapan untuk kematian memang tak bisa ditunda lagi. Hapus stigma bahwa penyesalan akan datang di akhir. Justru kita harus yakin ketika hembusan nafas terhenti, pahala tak boleh berhenti.
Blogger Eksis tak pernah bertemu dengan kakek dan nenek dari keluarga mama. Mereka telah menghembuskan nafas terakhir karena sakit sejak aku masih kecil. Nenek meninggal lebih dahulu. Sekitar umurku 5 tahun, kakek menyusulnya.
Ketika kakek meninggal, mama sebagai anaknya juga tak bisa mendampingi saat-saat terakhir hayatnya. Terlalu sedih dikenangkan. Mama selalu berupaya untuk memupuk kesabaran menghadapi takdir yang tak pernah diperkirakan.
Kakek dan nenek tak pernah bisa hidup kembali ke dunia. Kita sebagai keluarga yang ditinggalkan hanya berusaha ikhlas dan mengirimkan doa agar mereka bahagia di sana. Hanya ada 3 perkara yang tadi disebutkan di awal tulisan yang bisa menemani siapa saja selama berada di akhirat kelak.
Selepas mereka tiada, warisan telah dibagikan. Petak demi petak rumah dibagi untuk anak-anaknya. Ada sebidang tanah yang telah menjadi hak milik mama. Demi menunjukkan bakti kepada kedua orangtuanya yang telah meninggal, mama berniat ingin mewakafkan tanahnya untuk dibangun sebuah yayasan pendidikan. Diharap dengan wakaf tersebut, baik mereka yang masih hidup maupun sudah meninggal bisa selalu meraih cinta dari Allah SWT.
Siapa yang berwakaf dengan penuh keikhlasan, niscaya pintu surga akan Allah SWT buka untuknya.
Alhamdullillah, aku berkesempatan hadir dalam sharing tentang wakaf pada Senin, 28 Januari 2019. Aku mendengar pemaparan dari Ah. Azharuddin Lathif selaku dosen hukum bisnis syariah dari Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta. Beliau menjelaskan ada 4 pilar filantropi islam yang harus diberdayakan yaitu zakat, infak, sedekah, dan wakaf. Dalam tulisan kali ini, mari kita kenal lebih dekat tentang wakaf.
Wakaf merupakan amal ibadah yang paling mulia bagi kaum muslim. Pahala amalan ini bukan hanya didapat ketika yang mewakafkan (wakif) masih hidup, tetapi pahala tetap mengalir meski wakif telah meninggal dunia. Apalagi jika banyak orang yang memanfaatkannya dengan kegiatan kajian ilmu atau kegiatan positif lain, pasti bertambah pula pahalanya.
Berdasarkan ketentuan agama, tujuan wakaf adalah untuk mencari keridaan Allah SWT dan untuk kepentingan masyarakat (umat). Mewakafkan harta benda jauh lebih utama dan lebih besar pahala daripada bersedekah biasa, karena sifat wakaf kekal dan manfaatnya lebih besar.
Menurut Syaikh Umairah dan Ibnu Hajar al-Haitami, pengertian wakaf ialah menahan harta yang bisa dimanfaatkan dengan menjaga keutuhan harta tersebut. Dengan memutuskan kepemilikan barang tersebut dari pemiliknya untuk hal yang dibolehkan.
Sementara Imam Syarkhasi mengemukakan pendapat mengenai pengertian wakaf yaitu menahan harta dari jangkauan kepemilikan orang lain. Ditambahkan oleh Ibnu Arafah, wakaf adalah memberi manfaat sesuatu, pada batas waktu keberadaannya, bersamaan tetapnya wakaf dalam kepemilikan si pemiliknya meski hanya perkiraan.
Dari pengertian tersebut, kita harus mengenal unsur-unsur wakaf:
1. Orang yang berwakaf (wakif)
Wakif harus memenuhi syarat mutlak. Pertama, muwakif harus memiliki secara penuh harta tersebut. Artinya dia merdeka untuk mewakafkan harta itu kepada siapa yang ia kehendaki. Jika muwakif lebih dari satu orang, maka harta yang akan diwakafkan harus mendapat persetujuan yang lain. Kedua, wakif mesti orang yang berakal, bukan orang bodoh, orang gila, atau orang yang sedang mabuk. Ketiga, wakif sudah baligh (dewasa). Keempat, wakif merupakan orang yang mampu bertindak secara hukum (rasyid).
2. Harta yang diwakafkan (maukuf)
Barang atau benda yang diwakafkan harus mempunyai nilai alias berguna. Harta tersebut bisa bersifat benda tetap atau benda bergerak. Dipastikan harta harus diketahui dan dinyatakan secara tegas ketika akad.
3. Penerima amanah wakaf
4. Akad atau ikrar wakaf
5. Peruntukan aset wakaf atau penerima manfaat
6. Jangka waktu (selamanya maupun temporer)
Pengelolaan Wakaf Zaman Old dan Zaman Now
Dalam sejarah Islam, wakaf dikenal sejak masa Rasulullah karena wakaf disyariatkan setelah Nabi Muhammad SAW ke Madinah pada tahun kedua Hijriyah. Dari sejak ada syariat wakaf, pengelolaannya dilakukan secara teratur oleh baitul maal yang dipimpin oleh Rasulullah. Namun, karena jumlah aset wakaf masih belum banyak, pembuatan akta aset wakaf secara resmi masih belum dilakukan.
1. Zaman Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin
Sejak zaman Rasulullah, wakaf sudah dikelola secara produktif. Wakaf berupa kebun dilakukan Rasulullah dan para sahabat. Hasilnya langsung disalurkan kepada pihak yang membutuhkan, diantaranya fakir miskin, ibnu sabil, pengelola aset wakaf, dan keperluan dakwah, seperti pengadaan kuda dan ongkos perjalanan utusan dakwah, terutama ke negara lain. Hal tersebut berdasar hadist Rasulullah tanah di khaibar yang ditanyakan oleh Umar bin Khatab RA.
Pengelolaan wakaf pada masa Khulafaur Rasyidin juga dikelola oleh baitul maal. Abu Bakar RA mengangkat Abu Ubaidah Bin Jarrah RA untuk membantunya sebagai kepala baitul maal. Kemudian pengelolaan wakaf semakin berkembang pada masa Umar bin Khatab seiring bertambah banyak aset wakaf yang ada. Sebut saja wakaf tanah yang dibebaskan oleh Umar bin Khattab di beberapa negara seperti Syam, Mesir dan Irak. Umar bin Khattab RA membuat akta aset wakaf yang diumumkan ke publik untuk pertama kalinya.
2. Masa Umayyah sampai sekarang
Untuk pertama kalinya, lembaga wakaf secara terpisah mulai ada pada masa dinasti Umayyah. Taubah bin Ghar Al-Hadramiy, Hakim Mesir pada masa khalifah Hisyam bin Abdul Malik, membangun lembaga wakaf tersendiri di bawah Departemen Kehakiman di Mesir dan Basrah. Kemudian pada masa dinasti Abbasiyah terdapat lembaga wakaf yang disebut dengan “shadr al-Wuquf” yang mengurus administrasi dan memilih staf pengelola lembaga wakaf.
Pada masa Dinasti Mamluk, al-Dzahir Bibers al-Bandaq (1260-1277 M/658-676 H) membuat undang-undang wakaf karena wakaf sudah dianggap menjadi tulang punggung ekonomi negara. Masa itu perwakafan dibagi menjadi tiga kategori yaitu pendapatan negara hasil wakaf yang diberikan oleh penguasa kepada orang-orang yang dianggap berjasa, wakaf untuk membantu haramain (fasilitas Makkah dan Madinah), dan wakaf untuk kepentingan masyarakat umum.
Berlanjut pada Dinasti Utsmani, undang-undang yang mengatur tentang pencatatan wakaf, sertifikasi wakaf, cara pengelolaan wakaf, upaya mencapai tujuan wakaf, dan melembagakan wakaf dibuat. Pada kekhalifahan ini juga dikeluarkan undang-undang yang menjelaskan tentang tanah-tanah kekuasaan Turki Utsmani dan tanah-tanah produktif yang berstatus wakaf.
Pasca kekhalifahan, wakaf dikelola oleh masing-masing negara muslim, diantaranya Departemen Haji dan Wakaf di Arab Saudi, Kementerian Wakaf di Mesir, dan wakaf secara profesional dikelola oleh Jenderal Wakaf dan mutawalli (pengelola wakaf yang ditunjuk pemberi wakaf) di Turki.
Di Indonesia, pengelolaan wakaf dilakukan oleh lembaga wakaf swasta professional yang diawasi oleh Badan Wakaf Indonesia (BWI), bagian dari Kementerian Agama. Secara regulasi pun, wakaf di Indonesia telah diatur oleh Undang-Undang No. 41 tahun 2004 yang dijelaskan oleh Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2018 yang merupakan perubahan PP No. 42 tahun 2016.
Mendulang Berkah Wakaf melalui Asuransi Syariah
Jika wakaf dikumpulkan dan dikelola dengan baik, objek wakaf tersebut bisa dimanfaatkan menjadi investasi strategis. Wakaf bisa digunakan mengentas kemiskinan dan tentu bisa meningkatkan perekonomian, pendidikan, kesehatan, sampai ketahanan pangan. Kadang pemahaman publik yang awam seperti aku hanya melihat objek wakaf terbatas pada tanah atau bangunan saja alias benda tidak bergerak. Padahal potensi wakaf begitu optimal untuk diberdayakan.
Wakaf harus menjadi diversifikasi produk asuransi syariah. Fenomena ini dilirik karena banyak brand berlomba-lomba dalam melakukan terobosan produk syariah. Sebagai nasabah, kita bisa leluasa memilih berdasar panggilan hati. Produk berbasis wakaf tentu tak bisa dijual pada asuransi konvensional.
Parameter asuransi syariah sejalan dengan tujuan wakaf itu sendiri. Diibaratkan keduanya mampu memelihara harta, memelihara akal, memelihara keturunan, memelihara jiwa, dan memelihara agama. Karakteristik lain yang membedakan yaitu sumber pembayaran klaim untuk asuransi konvensional dari rekening perusahaan sebagai penanggung, sedangkan asuransi syariah dari rekening bersama milik peserta. Sementara keuntungan yang didapat juga berbeda, untuk konvesional seluruhnya milik perusahaan, tetapi syariah ada prinsip bagi hasil. Secara sederhana, asuransi syariah disebut sebagai kegiatan tolong menolong yang memberi manfaat berkelanjutan.
Jadi, seberapapun harta yang kita punya bisa diwakafkan melalui asuransi syariah. Ada dana yang dari awal bisa disepakati bersama untuk selanjutnya disalurkan melalui lembaga wakaf yang dipilih oleh nasabah. Cara termudah untuk berwakaf dengan manfaat wakaf yang dipastikan akan terus mengalir ketika kita meninggal dunia.
Tertarik berwakaf dengan asuransi syariah?
Tunggu update blog aku selanjutnya yaa.
Mari kita proteksi diri sekaligus berwakaf.
Kalau tidak sekarang, kapan lagi*
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya”
(QS. Ali Imran: 92)
sungguh beruntunglah mereka yg slalu mengingat kematian dan senantiasa memperbaiki diri..
BalasHapuswakaf jadi potensi baru yang terus mengalami inovasi, kita pun kian memperoleh kemudahan dalam menunaikan kebajikan
Insya allah Mas Aan..
Hapuskeberkahan dunia dan akhirat bisa kita dapatkan. Intinya, ikhlas*
Semakin canggih teknologi wakaf juga semakin menyesuaikan dengan kondisi ya. Semakin mudah kita untuk mengerjakan amalan yang sangat dianjurkan ini. Semoga suatu saat kesampaian berwakaf Amin...
BalasHapusAmin. Jika ada niat, disitu ada kemauan. Semoga diberi jalan*
HapusTeknologi memudahkan kita berwakaf ya. Duh kadang ya merasa gimana gitu liat orang yang mewakafkan hartanya buat kemaslahatan umat.
BalasHapusSemoga kita bisa mengikuti jejak-jejak orang yang berwakaf supaya hidup berkah dunia dan akhirat*
HapusTeknologi membantu kita mempersiapkan diri untuk diakhirat. Liatlr biasa. Jadi diingatkan dan dimudahkan untuk menyisihkan rejeki. Semua jadi gampang dan terencana
BalasHapusSisihkan rezeki dari ngeblog supaya lama-kelamaan bisa jadi ladang wakaf untuk bekal di surga*
HapusIni nih yang selama ini saya pahami secara keliru. Saya kira wakaf cuma dalam bentuk tanah yang dipakaikan untuk kepentingan agama. Ternyata tidak mesti ya. Harta apa pun dan seberapa besar pun bisa diwakafkan. Termasuk asuransi juga. Jadi kepengen tahu lebih banyak.
BalasHapusBetul mba Nia.
HapusDitunggu update blog dari aku selanjutnya yaa*
Berbuat kebaikan tidak harus menunggu kaya ya. Bisa jadi tabungan di akhirat kelak :)
BalasHapusIya. Kaya atau miskin apalah beda karena Tuhan hanya melihat seberapa besar keimanan dan ketaqwaan kita terhadapNya..
Hapusternyata wakaf nggak harus selalu berupa tanah ya. wawasan baru ini
BalasHapusSemoga mendapat inspirasi untuk berwakaf yaa kak*
HapusAsuransi bisa dijadikan untuk wakaf? Hmm, baru tahu saya mas. Sebagian besar orang soalnya persepsi mengenai wakaf itu ya kalau gak tanah ya bangunan apa gitu. Ternyata ada wakaf dengan cara yang berbeda :D
BalasHapusSeiring kemajuan dalam peradaban zaman, cara berpikir kita untuk berwakaf juga turut berkembang. Semoga kita semua bisa lebih mudah dalam meraih pahala Allah SWT.
HapusBahasan yang berat tapi ringan...anak millenial harus baca ini, edukasi tentang wakaf yang bisa banget untuk dijalani oleh generasi millenial saat ini..
BalasHapusManTul kak.
HapusMakanya, aku bagian dari generasi milenial turut menyebar literasi tentang wakaf ini..
Semoga kita senantiasa diberi banyak rezeki dan bisa berwakaf ya mas sebelum kita meninggal. Ngrasa dosa banyak, kali bisa berkurang dari pahala yg mengalir terus dr wakaf Aamiin Ya Rabb
BalasHapusAmin mba April..
HapusSemoga diijabah yaa...
Masya Allah, sekarang mau ibadah dipermudah yah, semoga kita semua selalu sehat dan bisa wakaf aamiin
BalasHapusAmin yaa robbal alamin. Insya allah semua berkah jika niatnya untuk ibadah*
HapusWakaf merupakan gabungan kita nanti di kehidupan nantinya Jadi sekarang ini sangat mudah yang untuk wakaf saja sudah difasilitasi sedemikian rupa sehingga memudahkan orang yang ingin beribadah
BalasHapusBetul mba Anis..
HapusYuk, kita niatkan untuk berwakaf sejak dini...