Tulis yang kamu cari

Analytics

Adv

Jelajah Hutan untuk Berbagi Cerita dari Alam

Kalau alam bisa ngomong 
Sayang alam tak bisa ngomong
Coba kalau bisa ngomong
Alam pasti tak akan bohong

Blogger Eksis berbagi cerita dari hutan

Taman Nasional Gunung Gede Pangrango memiliki area seluas 22.851, 03 hektare (ha) sejak tanggal 10 Juni 2013. Ukuran ini telah ditetapkan oleh Menteri Kehutanan melalui Surat Penunjukan dan Perubahan Fungsi Kawasan Cagar Alam, Taman Wisata Alam, Hutan Produksi Tetap dan Hutan Produksi. 

Dahulu, kawasan ini menjadi taman nasional terkecil kedua di Indonesia. Namun dalam hal konservasi keanekaragaman hayati, kawasan ini memiliki arti global. Taman ini membentuk zona inti Cagar Biosfer Dunia UNESCO dan merupakan tempat perlindungan bagi flora dan fauna pegunungan yang mencakup banyak spesies unik di Jawa Barat. 


Plang Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Bogor

Blogger Eksis menjadi sosok beruntung karena mendapat undangan dari salah satu perusahaan BUMN untuk mengunjungi Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol (PPKAB) akhir tahun lalu. Pengalaman yang tak kan terlupa ketika jelajah belantara bersama. Bagiku, ini menjadi misi mulia untuk mendukung aktivitas penyelamatan kelestarian Owa Jawa.

Tiba di Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, seluruh peserta langsung disediakan mobil Jeep untuk dinaiki. Semua peserta terlihat begitu semangat karena ada keseruan tersendiri saat harus melalui jalur yang anti mainstream. Demi mencapai hutan, aku harus melalui jarak 7 km lagi.


Jelajah hutan ala Blogger Eksis

Petualangan dimulai. Kondisi jalan terjal dengan tanah licin setelah hujan memaksa roda-roda mobil berputar sekuat tenaga. Jalanan berlumpur tetap harus ditempuh. Mobil-mobil raksasa terus meluncur di jalur curam yang masih terlihat basah.

Terkadang ada tawa namun terselip doa selama perjalanan. Jalur yang dilalui terasa mustahil jika ditempuh mobil biasa. Mobil Jeep yang aku tumpangi melewati jurang yang menganga. Untung, supir tetap tenang memainkan gas dan kopling demi keselamatan para penumpang.

Perjalanan penuh ketegangan berhasil dilalui. Turun dari Jeep setelah uji nyali, para peserta disambut dengan suguhan pisang rebus dan singkong goreng supaya perut lebih terisi. Makanan tradisional terasa nikmat apalagi ditemani minuman hangat seperti teh dan bandrek.

Sambil merasakan penganan, para peserta diberi pengarahan oleh Badiah, Kepala Bidang PTN Wilayah III Bogor yang berbagi cerita tentang kawasan PPKAB dan pelestarian Owa Jawa.
Ibu Badiah selaku Kepala Bidang Pusat Penelitian Konservasi Alam Bodogol

Dengan nama latin, Hylobates Moloch, Owa Jawa termasuk primata endemik yang memiliki ciri fisik tubuh berwarna abu-abu, wajah hitam, dan mudah dikenali karena terlihat lebih cerah saat bergelantungan di atas pohon. Hal yang membedakan dengan monyet, Owa Jawa termasuk kera sehingga tidak memiliki ekor.

Owa Jawa menjadi kera paling sensitif dan selektif. Ibarat manusia, hewan ini termasuk memiliki sifat posesif. Rasa malu juga masih ada dalam sifat hewan ini.

Owa Jawa sangat bergantung pada persediaan makanan. Mereka selalu hidup di pohon yang memiliki bunga buah atau daun muda yang bisa dikonsumsi. Akhirnya, di hutan itu telah ditanam 1000 pohon pakan. Penanaman pohon ini perlu agar Owa Jawa bisa bertempat tinggal di habitat yang sesuai dan nyaman. Lingkungan yang hijau merupakan prasyarat satwa ini dapat terjaga kelangsungan hidupnya.
Lingkungan Habitat Owa Jawa

Owa Jawa jantan hanya punya satu pasangan dan ia akan terus mencintai betina seumur hidup. Maka, Owa Jawa termasuk hewan monogami. Perkembangbiakkan secara monogami juga dikenal bahwa Owa Jawa taat terhadap program Keluarga Berencana (KB) karena mereka terdiri dari dua dewasa dan dua anak sehingga hewan ini terlihat sangat teritorial dalam berkeluarga.

Tidak seperti mamalia lain, Owa Jawa sering mengeluarkan bunyi melengking di pagi hari. Seruan dari suara khas Owa Jawa juga disebut "morning call". Aku membayangkan jika menginap di hutan, Owa Jawa akan membangunkan aku untuk menyambut pagi.
Kandang Owa Jawa di dalam hutan

Tapi, keunikan Owa Jawa semakin terbatas. Hewan ini menjadi hewan paling langka di dunia. Selama beberapa tahun terakhir, sebagian besar Owa Jawa kehilangan habitat. Populasi pun mengalami penurunan dramatis.

Berdasarkan data dari Organisasi Konservasi Internasional yang bernama International Union for Conservation of Nature (IUCN) di tahun 2008, Owa Jawa terancam punah karena jumlah <4.000 jiwa. Owa Jawa langsung masuk kategori endangered species. Sementara Taman Nasional yang aku kunjungi hanya menjadi rumah bagi sekitar 100 Owa Jawa. Selebihnya rehabilitasi dan pelepasliaran Owa Jawa hanya ada di Taman Nasional Ujung Kulon dan Taman Nasional Halimun-Salak.

    Drastis kepunahan Owa Jawa disebabkan karena primata ini susah reproduksi, namun banyak diburu untuk diperjualbelikan atau dipelihara. Padahal perburuan Owa Jawa cukup berbahaya karena hewan ini sensitif dan langsung meninggal akibat stres bila salah satu anggota keluarga hilang.

       Untung undang-undang yang ketat dan penegakan hukum di Indonesia sebagian besar mampu melenyapkan perdagangan Owa Jawa. Maka, Owa Jawa telah dilindungi oleh hukum Indonesia sejak tahun 1931.

         Tidak hanya Owa Jawa, Elang Jawa dan Macan Tutul juga dilestarikan di Kawasan Bodogol. Kawasan ini memang sengaja diprioritaskan ke depan sebagai tempat wisata minat khusus berbasis ekowisata yang juga bisa menjadi tempat penelitian para akademisi.
Macan Tutul salah satu hewan di kawasan Hutan Bodogol


Penjelajahan Hutan

Papan informasi berisi cerita dari hutan

Setelah mendengar pengarahan, para peserta dibagi beberapa tim untuk mulai menjelajah kawasan hutan sebagai habitat dari Owa Jawa. Hutan di kaki Gunung Gede Pangrango ini kaya akan keragaman flora dan fauna. Sepanjang perjalanan, kita merasakan atmosfer ketenangan lingkungan yang hijau dan mengeksplorasi flora yang ada di sekitar. Ada daun kentut, kirapet, luna, pakis, tanaman paku rane, tumbuhan hujan, dan masih banyak lagi. Treking puluhan kilometer terasa tidak melelahkan karena udara begitu segar.
Foto Daun Ketut di dalam hutan
Daun Kentut
 

Serangga ada di atas daun dalam hutan
            Daun Kirapet di dalam hutan
               Daun Kirapet








Setiba di kawasan konservasi, kami langsung disambut oleh Owa Jawa. Kami cukup beruntung dapat melihat secara langsung. Mereka datang menampakkan wujud. Disela dedaunan Pohon Rasamala, Owa Jawa bertubuh mungil dan berbulu terlihat bergelayutan bersama keluarganya.

Seperti telah aku singgung sebelumnya, Owa Jawa terancam punah. Sebab, punya naluri unik terutama tentang 'kawin'. Owa Jawa jantan sangat selektif memilih betina. Kesetiaannya patut diacungi jempol. Jika betina mati, tak lama kemudian, si jantan akan ikut menyusul.
Owa Jawa dan anaknya di dalam hutan

Kesetiaan yang luar biasa kuat tapi menjadi 'bumerang' bagi keberlangsungan spesiesnya. Wajar jika jumlahnya terus berkurang drastis. Apalagi angka kelahiran terbilang rendah. Sebab Owa Jawa hanya melahirkan anak setiap 3-4 tahun sekali.

       Jumlah kelahiran pun tak bisa diprediksi. Itu juga belum tentu anak-anak yang dilahirkan dapat bertahan hidup hingga dewasa. Selain ancaman predator, perburuan liar turut mempengaruhi populasinya di hutan. Hingga perdagangan ilegal antar negara masih semarak karena hewan ini diincar banyak mata.
Kesehatan Owa Jawa diperhatikan di hutan
   Di tempat itu pula ditetapkan sebagai kawasan pusat pemugaran kesehatan Owa Jawa setelah diambil dari pemeliharaan ilegal dan gagal diperjualbelikan secara tidak sah ke luar negeri. Aku bisa menyaksikan Owa Jawa dari dekat sekitar 30 meter. Dari jarak ini, aku menatap tiga ekor Owa Jawa bergelantungan dari dahan pohon Lekong (Kemiri). Induk Owa Jawa terlihat tenang sambil mengendong anak yang diperkirakan baru berumur dua bulan.

           Di hutan tersebut, Yayasan Owa Indonesia berupaya memberi monitoring evaluasi terhadap individu Owa Jawa, melakukan habituasi (pembiasaan dengan lingkungan alam bebas), dan pelepasan Owa Jawa. Hutan itu telah menjadi saksi rehabilitasi dan pelepasliaran ke  alam bebas bagi Owa Jawa layaknya satwa liar lain sejak tahun 2013. Pemantauan terus dilakukan agar Owa Jawa tidak ada yang keluar dari hutan lindung.


Jalan setapak sebagai jalur treking dalam hutan
Jalur yang harus dilalui saat jelajah hutan
Bersama Kang Igud yang jadi pemandu, aku kemudian memasuki 'sarang' mereka. Aku tetap waspada sepanjang perjalanan di hutan. Sambil langkah kaki ini menyusuri semak, mataku juga mengawasi kanan kiri karena ngeri masih banyak hewan liar yang hidup di hutan itu.

Tak lama, keberuntungan kembali datang. Aku bisa menyaksikan Elang Jawa yang sedang terbang. Biar hanya dilihat dari jarak jauh, kesempatan itu jarang didapat. Walau aku menyesal karena tak sempat bawa lensa kamera tele untuk menangkap momen tersebut.

Burung Elang Jawa  menjadi burung istimewa sebagai penyeimbang populasi ekosistem hutan. Satwa predator yang berada pada puncak rantai makanan ini melintas begitu saja saat aku berada di menara pengamatan. Menara ini memang sederhana karena dipergunakan hanya untuk melihat pemandangan hutan dari ketinggian. Para polisi hutan yang sedang patroli juga biasa mengontrol dari spot ini.
Foto bersama di atas menara pengamatan hutan

Di beberapa tempat dalam hutan juga terdapat papan informasi yang jelas. Ada yang menjelaskan tentang perbedaan Owa Jawa, Kukang, Lutung dan Surili. Keempat jenis primata tersebut termasuk fauna endemik di Pulau Jawa yang bermanfaat bagi kehidupan manusia yaitu sebagai penyebar benih dari biji-bijian sisa makanan yang dimakan (buah) dan terbuang melalui kotoran. Dari biji yang mereka akan menjadi cikal bakal pohon di hutan.





Papan informasi juga ada yang memberi ilmu tentang burung yang bisa ditemui dalam hutan tersebut. Lanjut ke tepi sungai, aku kembali melihat papan informasi tentang habitat herpetofauna atau satwa melata. Dari situ, aku bisa belajar perbedaan katak dan kodok sebagai amphibi. Maupun beda ular berbisa dan tidak berbisa.


Perbedaan jenis hewan bisa dilihat pada papan informasi di hutan










Hutan yang memiliki Canopy Trail PertamaPerjalanan masih berlanjut. Aku mulai menapaki Canopy Trail. Konon jembatan ini pertama dibangun di hutan yang ada di Indonesia pada tahun 1998. Jembatan ini bisa berdiri kokoh karena menggunakan 4 pohon besar sebagai penyangga. Panjang jembatan ini hanya 100 meter dengan variasi ketinggian sekitar 5-25 meter. 
Blogger Eksis lagi selfie di hutan saat berada di atas Canopy Trail
Swafoto di atas Canopy Trail














Tanaman Paku Rane yang ada di hutan
Paku Rane








Di sepanjang trayek sejauh 1,3 kilometer itu, Kang Igud sempat menunjukkan sejumlah tanaman obat yang tumbuh secara alami di hutan. Misal tanaman Paku Rane yang berkhasiat untuk pengobatan. Mulai dari perawatan kulit untuk mengusir jerawat, meredakan maag, dan meredam sakit pasca melahirkan. Semua tanaman tentu jadi kekayaan lokal dari bagian hutan kita yang wajib dilestarikan. 

Jelajah hutan terasa semakin menyenangkan karena didalamnya menyimpan cerita tentang kekayaan alam Indonesia yang permai. Kekaguman terhadap lingkungan memberi aku banyak sekali pengetahuan tentang flora dan fauna. Takjub rasanya dan aku merasakan manfaat begitu besar bahwa hutan itu harus selalu dijaga dan dicintai sebagai warisan anak cucu kita nanti.

Aku kehabisan kata
dan hampir tak dapat bicara
Dalam hati hanya ada rasa

yang tak dapat kuwakilkan
pada sajak, lagu, atau bunga




Sebentar aku ke hutan

Akan kutemui tumbuhan

dan juga hewan-hewan


Segera kuceritakan

(Untukmu), ya untukmu*

Blogger Eksis berfoto dengan tagline Hutan itu Indonesia



32 komentar:

  1. Menjelajahi alam merupakan refreshing menyenangkan apalagi bisa berinteraksi dengan hewannya kayak owa,saya tinggal di Sukabumi malah belum pernah naik gunung Pangrango

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah.. padahal dekat yah dengan domisili kak Rani.

      Dicoba atuh jelajah alam sekalian refresh*

      Hapus
  2. Itu beneran namanya daun kentut? kok namanya gitu ya heheee....baca namanya jada ketawa sendiri terus keingat baunya :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yup.. karena memang bau'a seperti kentut jadi disebut seperti itu oleh para penjelajah hutan :D

      Hapus
  3. Aku kalo jelajah alam belum pernah lihat hewan macam Owa Jawa, paling burung gitu. Seneng deh bisa lihat mereka

    BalasHapus
    Balasan
    1. Lihat satwa liar di alam bebas memang sungguh menyenangkan*

      Hapus
  4. Seru banget perjalanannya di hutan lindung ini ya kak. semoga perawatannya makin bagus, flora dan fauna semakin banyak dan terjaga. Jauhkan tempat ini dari alay alay yang suka ngerusak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Setuju!

      Ekowisata seperti hutan lindung harus tetap alami dan diberdayakan*

      Hapus
  5. Wuah, aku iri. Kupikir-pikir, aku belum pernah jelajah hutan seperti ini. Hmm kira2 kapan yaaa

    Btw, owa jawa nya keren. Keren karena setia 💕

    BalasHapus
    Balasan
    1. Cobain deh kak jalan-jalan'a ke hutan.
      Masih ada udara segar tersimpan dibalik rimbun pepohonan..

      Begitulah manusia juga harus setia seperti Owa Jawa yaa*

      Hapus
  6. Aku baru tau kalau di sana ada taman nasional jg mas. Kalau inget pangrango ingetnya air mineral hehe.
    Serunya jelajah kaki gunung dan ketemu satwa2 yag dilindungi. Btw adakah pengunjung anak2 di sana? Kira2 medannya susah gak ya kalau buat anak2?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya. Jelajah hutan di kaki gunung sambil belajar mengenal fauna dan flora..

      Untuk medan'a tidak terlalu sulit karena hanya butuh stamina alias fisik untuk trekking. Mungkin sebelum ke sana, bisa izin dulu ke pengelola setempat apakah diperbolehkan membawa anak-anak atau tidak*

      Hapus
  7. Makasih sharingnya.

    Btw, Owa Jawa aja bisa sesetia itu. Masa manusia ga bisa ya?? Hmm

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya ka Ulya..

      Kalo kata mba Krisdayanti, Cobalah untuk Setia :D

      Hapus
  8. Wihh bagus banget ya, aku belum pernah Taman Nasional Pangrango. Aku tertarik sama reproduksi owa jawa yang setia banget, dengan cara reproduksi seperti itu memang kadang membuat sulit pertambahannya. Smeoga pemburuan tidak lagi banyak ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya kak. Owa Jawa jadi satwa langka..

      Semoga saja para pemburu itu bisa sadar akan populasi Owa Jawa yang menurun drastis karena tingkat reproduksi*

      Hapus
  9. jadi baper membaca cerita binatang yang setia gini... sedih juga, gara gara kesetiaan keberadaannya jadi terancam. Semoga, orang-orang juga sadar, tidak lagi menjadikan Owa Jawa sebagai komoditi..

    BalasHapus
  10. Sungguh ironis melihat kelangsungan owa jawa yang kian terancam populasinya akibat efek rusaknya hutan..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makanya, kita jangan lagi merusak hutan agar kehidupan fauna dan flora di sana tidak ironis. Mereka juga kan sama dengan kita yaitu bagian dari makhluk hidup*

      Hapus
  11. Wah keren Mas sampai masuk hutan begitu. Aku pernah ketemu Owa Jawa dan Elang Jawa pas di Petungkriyono Pekalongan dan aku juga excited banget

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ini udah kesekian kali aku masuk hutan. Excited yah bisa mengenal satwa yang ada didalamnya.

      Asal jangan bertemu dengan satwa liar saja seperti harimau atau ular karena aku masih belum terbayang saja kalau bertemu dengan mereka langsung di dalam hutan seperti itu*

      Hapus
  12. Unik juga cara kawin Owa Jawa. Tapi jumlahnya jadi gak banyak ya...
    Apalagi di tambah ulah oknum yang tidak menjaga keberlangsungan Owa Jawa dengan mengambil dari habitatnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya. Owa Jawa kan tipe hewan yang setia..

      Semoga ulah oknum yang tak bertanggung jawab bisa dijebloskan melalui ranah hukum karena sama saja Ia mengancam kehidupan hewan tersebut.

      Hapus
  13. Daun kentut itu untuk yang gak bisa kentut yaa..?
    Heehhe...namanya unik, langsung teringat manfaatnya.

    MashaAllah,
    Owa Jawa ini kesetiannya mengalahkan hewan di kali yang namanya Mimi lan Mintuno.
    Kereen...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Daun kentut memiliki nama latin Paederia Scandens termasuk jenis tanaman keluarga Rubiaceae. Disebut daun kentut karena memang memiliki aroma yang tidak sedap mirip seperti bau kentut manusia. Daun kentut berfungsi untuk mengobati sariawan, anti hipertensi, mengobati cacar ular, melancarkan saluran kemih, mengobati diare, mengatasi perut kembung, dan melancarkan peredaran darah.

      Hapus
  14. Sejuk segar indah bet ya, one day pingin bs lari ngetrail di pangrango kl sdh pindah haluan trail run. ^smoga..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah.. kakak'a runner yah?

      Semoga kesampaian yaa*

      Hapus
  15. haha nama daunnya lucu mas "daun kentut"..Saya belum pernah lihat dan dengar tentang Owa Jawa mas.. Ini jadi menambah wawasan saya tentang hewan yang langka dan dilindungi di Indonesia..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas kunjungannya mas Tomi.

      ~ semoga bermanfaat ~

      Hapus
  16. Sudah lama sekali nggak wisata ke alam-alam begitu. Rindu rasanya. Menarik ya wisata alam kalau ada guide-nya, bisa banyak belajar sekalian.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul mas Ilham. Wisata alam akan memberi kita banyak cerita tentang kehidupan yang harus dipelajari karena pengalaman adalah guru terbaik*

      Hapus