Tulis yang kamu cari

Analytics

Adv

Jaga Laut di Tengah Pandemi Covid-19 demi Konservasi yang Lebih Bijak

Jaga Laut di tengah pandemi Covid-19

     Pandemi Covid-19 meluluhlantakkan sektor pariwisata. Imbas yang terasa yaitu saat kita tidak bisa piknik untuk sementara waktu. Ancaman corona tersebut membuat Blogger Eksis begitu rindu akan keindahan biru laut.

Bulan Juni tahun lalu, saat aku terlalu sibuk dan belum sempat wisata ke laut. Aku menyempatkan diri untuk kunjungi Pameran Laut Kita di Plaza Indonesia. Pameran yang diadakan oleh @sejauh_mata_memandang mampu angkat tema dampak plastik sekali pakai terhadap laut kita. Tak hanya memajang produk fashion berkelanjutan yang terinspirasi dari kondisi laut. Pengunjung diajak memahami lebih dekat tentang keadaan yang terjadi dan cara merawat bumi, terutama laut kita.

Pameran Laut Kita

      Mataku terbuka ketika melihat refleksi kondisi laut Indonesia saat itu. Ada keindahan dan kengerian yang tercampur. Keindahan laut bisa dirasakan saat bayu laut terasa sepoi dan air laut terlihat jernih. Sementara kengerian laut terlihat ketika kehidupan biota laut terancam akibat minim oksigen di lautan yang penuh sampah.

      Kandungan oksigen yang menipis bisa mengancam ekosistem laut atau sejumlah spesies ikan, seperti tuna, marlin, dan hiu. Mereka mengalami tekanan akibat pemanasan suhu dan proses oksidasi. Kondisi demikian menambah deret panjang peristiwa perubahan iklim yang terjadi di tengah pandemi. 

     Habitat laut yang rusak membuat keanekaragaman hayati akan hilang. Muncul pula hamparan lumpur serta ubur-ubur. Setelah itu, apakah kita masih bisa melihat keindahan di bawah laut? Mungkinkah kita sudah ramah dalam merawat dan menjaga laut kita??

Perubahan Iklim yang Mengancam Laut Indonesia

     Bumi dimana tempat kita tinggal telah memberi anugerah didalamnya yang tiada habis, salah satunya dari sektor kelautan yang luas. Laut Indonesia menyimpan kekayaan luar biasa. Tidak hanya keberagaman biota laut dan ekosistemnya, laut dengan seperlima terumbu karang dunia di dalamnya, telah menjadi rumah bagi seperempat spesies ikan di dunia. Sebagai negara kelautan, maka hidup kita tergantung pada kelestarian laut.

Our Ocean Conference 2019
Topik pembahasan Our Ocean Conference 2019
(sumber: web Our Ocean 2019)

    Our Ocean Conference 2019 menyatakan bahwa peningkatan suhu bumi yang cepat menyebabkan atmosfer dan laut Indonesia mengalami perubahan drastis. Dibutuhkan komitmen untuk beradaptasi terhadap perubahan iklim dan kenaikan permukaan laut dengan membuat publik bisa kolaborasi bersama alam, bukan menentangnya. Ibarat kalau kita tidak merubah cara hidup di planet bumi ini, bukan tak mungkin bila laut akan lebih banyak plastik daripada ikan di tahun mendatang.
   Dalam konferensi tersebut, Indonesia juga punya komitmen berupa upaya menjaga laut dunia. Pertama, Indonesia akan mencadangkan 700.000 hektar Kawasan Konservasi Perairan pada tahun ini. Kedua, Indonesia ingin melakukan stock assessment di perairan darat dengan menggunakan metode yang telah terstandarisasi. Ketiga, Indonesia melakukan perpanjangan proyek peningkatan sistem peramalan laut untuk mengurangi risiko bencana maritim. Keempat, Indonesia akan terus melakukan kegiatan pengawasan melalui kapal patroli dan pengawasan udara, investigasi kejahatan kelautan dan perikanan, peningkatan partisipasi pengawasan berbasis masyarakat, memerangi penangkapan ikan yang merusak, dan banyak kegiatan terkait lainnya.

Lalu, apakah kondisi pandemi Corona seperti sekarang berhasil membuat laut tetap tenang?

Blogger Eksis di atas laut

    Periode pandemi nyatanya membuat biota laut mengalami proses reproduksi. Buangan limbah industri mengalami banyak penurunan. Aktivitas manusia di laut pun semakin berkurang, baik memancing atau mereka yang melakukan wisata bahari. Informasi tersebut aku dapat saat menonton Ruang Publik Kantor Berita Radio (KBR) episode #JagaLaut melalui kanal YouTube Berita KBR.

    Pandemi Covid-19 terbukti memberi waktu bagi alam untuk istirahat. Laut yang memenuhi sebagian besar permukaan bumi ini berperan dalam mengendalikan cuaca, iklim, dan udara yang kita hirup setiap hari. Laut juga mampu menyerap karbon dioksida sebesar 30 – 50 persen dari hasil pembakaran. Dari laut, kita bisa mendapat sumber protein terbesar berupa bahan pangan yang ada di dalamnya seperti ikan, kerang, atau rumput laut. Hal ini menunjukkan bahwa tanpa ada laut yang sehat, kita tidak akan punya planet bumi yang sehat pula.

  Penyiar KBR mulai bertanya kepada Githa Anathasia selaku pengelola Kampung Wisata Arborek di Raja Ampat, Papua Barat. Ia menanyakan perihal kondisi Raja Ampat sebelum dan setelah pandemi Corona. Pariwisata Raja Ampat dianggap begitu pesat sebelum pandemi.
     Kekayaan alam bawah laut Raja Amat begitu dikenal luas sampai tingkat internasional. Perairan di tempat wisata ini bahkan disebut sebagai lokasi selam atau snorkeling terbaik di dunia. Kondisi demikian tentu membuat bangga Indonesia karena Raja Ampat menjadi destinasi wisata bahari andalan. 
  Raja Ampat layak dianggap sebagai tempat liburan yang tenang sekaligus terpencil di Asia Tenggara. Wisatawan dapat bersantai tanpa bising atau distorsi polusi suara. Tempat ini sering dikunjungi untuk menyelam karena air masih jernih dan terumbu karang terlihat asli.
Panorama Laut Raja Ampat
Panorama Laut Raja Ampat
(sumber: Pixabay)
   Saat masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diberlakukan, nelayan yang biasanya menjadi pemilik home stay harus kembali lagi ke laut. Mereka balik mencari ikan karena jumlah ikan semakin banyak untuk dijual. Konektivitas masyarakat pun makin terhubung dengan keluarga. Beberapa diantaranya juga mulai modifikasi bentuk kerajinan tangan dari hasil laut seperti kerang atau pasir. 
  Namun, Wisata Raja Ampat mengalami penurunan kunjungan sejak pandemi Corona muncul di Indonesia. Selain itu, para pemancing dari luar Raja Ampat mulai berdatangan. Bahkan ada yang menggunakan kapal untuk lakukan pengeboman di tengah laut.

    Hal menarik lain disinggung oleh Profesor Muhammad Zainuri (Guru Besar Bidang Kelautan Universitas Diponegoro, Semarang). Ia menyatakan bahwa mitigasi bencana diperlukan untuk membuat laut tetap tenang di tengah pandemi. Kajian mitigasi bencana tersebut dilakukan mulai dari persiapan dan koordinasi, pengumpulan data, analisis data, pembuatan peta daerah rawan bencana, dan penyusunan konsep mitigasi bencana alam di lingkungan laut dan pesisir. Lebih lanjut, komitmen bersama diperlukan untuk membuat inovasi teknologi dari energi-energi yang ada di laut seperti pergerakan gelombang, arus, mata air, dan seterusnya. Selain untuk menghindari bencana alam, mitigasi bencana ini dianggap bisa mengurangi polusi laut dan pemetaan potensi kelautan yang berkelanjutan, terutama saat Indonesia masuk dalam era new normal.

Belajar dari Alam di Tengah Pandemi

produk fashion berkelanjutan yang terinspirasi dari lingkungan
Produk fashion yang terinspirasi dari Perubahan Iklim
(sumber: IG @sejauh_mata_memandang)

Laut menjadi potensi bagi Indonesia untuk maju. Dari laut, Indonesia bisa memiliki pendapatan atas kegiatan ekspor perikanan dan wisata bahari berkelanjutan. Lebih dari itu, laut Indonesia harus tetap lestari sehingga butuh kajian lebih lanjut terkait perencanaan ruang laut, pengelolaan kawasan konservasi perairan secara efektif, serta penanganan sampah plastik yang dibuang di laut. 

   Aku terpantik dengan cerita Profesor Zainuri yang mengatakan bahwa ikan bisa menjadi komoditas utama untuk meningkatkan sektor perekonomian. Tak hanya membantu dalam kegiatan ekspor dalam kegiatan perdagangan. Ikan bisa memberi peluang investasi dibidang wisata sebagai sajian khas kuliner daerah. 
     Sebagai contoh ikan tuna yang begitu banyak hidup di perairan Papua. Tuna sudah dianggap sebagai sumber daya perikanan unggul disamping udang dan rumput laut. Hasil tangkapan ikan tuna ini bisa diekspor dalam bentuk ikan tuna segar, tuna beku, atau tuna kaleng. Kebutuhan ikan segar dan ikan olahan tersebut juga bisa disuguhkan sebagai hidangan bagi para wisatawan yang selalu mencari momen matahari terbit atau matahari terbenam di laut.
Ikan Tuna sebagai penggerak bisnis perikanan di Indonesia

     Oleh karena itu, Pemerintah harus lebih banyak mengajak masyarakat untuk buka ruang dialog dalam mengenali potensi wisata. Butuh partisipasi, komunikasi, kebersamaan, dan kepercayaan terhadap apa saja yang bisa menjadi modal dari wilayah kelautan. Misal, daerah pertemuan antara darat dan laut (pesisir) bisa dijadikan area mangrove atau hutan bakau. Hal ini akan membuat laut memiliki daya tarik wisata. Tak hanya untuk dinikmati panoramanya saja, pengunjung bisa menikmati hasil laut dengan olahan khas yang mampu mengecap rasa.

    Sejauh ini, Pengelola Kampung Wisata Arborek juga sudah mempersiapkan protokol kesehatan yang akan berlaku bagi para wisatawan. Imbauan diberikan agar wisatawan bisa berwisata bahari dengan bijak seperti tidak membuang sampah ke laut atau mengotori fasilitas umum yang tersedia. Ada baiknya wisatawan bisa piknik dengan misi kebaikan tertentu, misal sambil beramal atau lakukan wisata minat khusus. Dengan begitu, kita bisa memahami dan mengenali kearifan lokal di tempat wisata yang dikunjungi.
5 langkah pengelola kampung wisata Arborek untuk wisata Raja Ampat

Belajar dari alam di tengah pandemi memberi waktu bagi kita untuk refleksi diri. Pandemi Covid-19 telah mengubah kita. Mulai dari cara kita berwisata, cara kita bekerja, cara kita berkomunikasi, cara kita menjaga kesehatan, sampai cara kita menyayangi orang-orang dan alam di sekitar kita. Sesungguhnya kita masih perlu beradaptasi untuk mengikuti kebiasaan baru ini. Jangan sampai perjuangan dan pengorbanan selama #DiRumahSaja menjadi sia-sia bila kita masih merasa serakah dan sombong terhadap lingkungan.
Blogger Eksis berada di tepi laut

    Ingat sebuah pepatah: dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung. Ada adat istiadat dan keramahan alam yang harus tetap dipatuhi saat kita harus berkunjung ke suatu tempat. Mari berjanji untuk jaga laut demi masa depan bumi dan warisan bagi anak dan cucu nanti!

Aku sudah berbagi pengalaman soal perubahan iklim. Kamu juga bisa berbagi dengan mengikuti lomba blog “Perubahan Iklim” yang diselenggarakan KBR (Kantor Berita Radio) dan Ibu-Ibu Doyan Nulis (IIDN). Syaratnya, bisa kamu lihat di sini.

*Referensi lain:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar