Tulis yang kamu cari

Analytics

Adv

Masa Depan Suram Jadi Customer Service di Indonesia


Layanan Botika Chatbot mampu menggantikan profesi customer service

           Blogger Eksis mengawali karier di dunia kerja sebagai call center untuk salah satu perusahaan telekomunikasi di Jakarta selama 7 bulan. Setelah mendapat penawaran yang konon lebih baik di industri perbankan, aku memutuskan untuk menjadi frontliner pada salah satu bank berlabel BUMN. Karierku di sana bertahan selama 4 tahun lamanya. Pekerjaan sebagai call center dan frontliner yang pernah aku geluti sering dijuluki sebagai profesi customer service representative.
         Profesi yang aku lalui selama menjadi pekerja kantoran tersebut memiliki kesamaan yaitu menjadi pelayan bagi para pelanggan atau nasabah untuk pengembangan bisnis ke depan. Profesi customer service juga sering disebut sebagai garda depan karena pemberian layanan harus dilakukan kepada para pelanggan atau nasabah sebelum, selama, dan setelah pembelian produk dilakukan.
        Hal yang membedakan yaitu jenis interaksi yang dilakukan. Saat menjadi call center, aku hanya berkomunikasi melalui saluran telepon yang tersambung dengan media audio sebagai sarana interaksi. Sementara saat menjadi frontliner, aku harus melakukan komunikasi tatap muka dengan nasabah secara langsung di bank.
Jangan tanya mana profesi yang lebih enak diantara keduanya. Menurutku, semua profesi memiliki plus dan minusnya. Hal terpenting ialah bagaimana kita bisa menghadapi kenyataan dan menjalankan profesi tersebut dengan profesionalitas karena seorang customer service tidak hanya memberi informasi seputar product knowledge saja. Aku harus siap menerima komplain dan mempertahankan konsumen agar tidak beralih ke produk lain yang sejenis.
customer service jadi profesi yang akan tergantikan teknologi
So, pekerjaan customer service tidak bisa dipandang sebelah mata kan?!

 Seiring berjalan waktu, bekerja sebagai customer service mampu mengubah metabolisme mental yang aku punya. Kesabaran membawaku pada sikap proaktif dan responsif untuk menerima segala macam situasi yang pernah terjadi. Aku pernah menikmati profesi itu, tapi logika tak bisa lagi dipaksa.
Karier ku sebagai customer service terbilang stagnan. Umur terus bertambah, sementara penampilan dan produktivitas akan semakin berkurang. Padahal salah satu syarat untuk menjadi customer service yang ideal di industri perbankan itu berumur kurang dari 35 tahun dan berpenampilan menarik.
Apalagi aku ditempatkan pada kantor kas yang berada di salah satu rumah sakit yang ada di Jakarta. Kadang aku harus mengangkat telepon sambil memegang mouse dan pandangan mata tetap berada di depan layar komputer. Belum lagi senyuman yang harus terlontar dari wajahku agar nasabah yang antri masih tetap setia menunggu giliran.
        Tolong jangan bertanya waktu istirahatnya. Sulit sekali untuk mengaturnya. Pelayanan harus tetap prima, meski tidak boleh ada tempat minum atau cemilan di atas meja kerja. Sungguh semua telah menjadi pengalaman berharga yang tidak pernah aku lupakan.
     Sampai akhirnya, aku sempat membaca sebuah surat edaran yang menyatakan bahwa perbankan ke depan tidak akan menggunakan customer service sebagai petugas layanan di setiap kantornya. Surat tersebut menjadi bahan renungan ku untuk segera hijrah dari dunia pelayanan tersebut. Aku pun memutuskan resign di akhir masa kontrak pada bulan September tahun 2016 lalu.
revolusi industri 4.0 yang serba teknologi disebut akan menghilangkan profesi customer service
          Era digital disinyalir akan membuat beberapa profesi ditelan bumi secara berangsur-angsur. Kecakapan manusia lama-kelamaan akan tergantikan dengan kehadiran teknologi yang lebih canggih. Pelayanan memang dituntut untuk lebih cepat karena dinamika zaman yang semakin tak terbatas. Fenomena antrian untuk bertemu customer service di bank rasanya akan lenyap karena semua bisa dilakukan menggunakan aplikasi layanan perbankan.
       Tantangan tersebut juga akan dihadapi oleh banyak perusahaan. Pendekatan terhadap konsumen akan dilakukan tanpa intervensi human didalamnya. Cukup menggunakan sentuhan teknologi, semua kebutuhan konsumen bisa dipenuhi.
           Babak baru peradaban digital ini akan meminimalisir faktor human error yang sering terjadi pada profesi customer service berwujud manusia. Tentu hal ini menjadi peluang bagi para developer untuk mengembangkan teknologi melalui chatbot. Beranjak dari situ, kita akan menyadari bahwa chatbot mampu memberi kontribusi dalam perkembangan informasi dan teknologi di Indonesia.
      Digital ekonomi juga menyeret bisnis online semakin menjamur. Banyak pelanggan yang lebih suka bertanya melalui jejaring dunia maya. Maka, semua perusahaan seharusnya memiliki customer service yang mampu menjawab pertanyaan pelanggan tersebut setiap hari. Layanan chatbot dinilai menjadi metode tepat untuk otomatisasi menjaga kepercayaan para pelanggan setia.

Botika hadir sebagai perusahaan teknologi yang memiliki produk pertama berupa chatbot
Fenomena ini yang melatarbelakangi hadir Botika sebagai perusahaan teknologi berbasis Artifical Intelligent atau kecerdasan buatan terbaik yang ada di Indonesia. Dengan inovasi teknologi yang dikembangkan, chatbot menjadi produk pertama dari Botika untuk membantu para pemilik bisnis dalam mengontrol layanan customer service yang lebih cepat.
         Tak sembarang membuat aplikasi, Botika menjadi konsep chatbot terasa jauh lebih personal dibanding saat kita berinteraksi di media sosial. Chatbot yang dihadirkan lebih terintegrasi pada sebuah aplikasi chat seperti WhatsApp, LINE, Telegram, dan jenis instant messangger lain. Sebagai konsumen, kita akan merasa seolah punya personal assistant yang mampu memahami apa yang kita mau.
Tanya Marlo merupakan contoh chatbot yang dikelola oleh Botika
 Sebagai contoh, saat aku ingin menyarankan sepupuku untuk tes HIV. Aku terlebih dahulu menggunakan layanan chatbot, Tanya Marlo. Platform chat mobile yang digagas oleh UNAIDS Indonesia ini mampu terintegrasi dengan aplikasi Line. Dengan menghadirkan sosok laki-laki yang kasual dan berkacamata bernama Marlo, kita bisa berinteraksi dan menjangkau informasi seputar HIV dan AIDS.
Tentu percakapan dengan Tanya Marlo sudah terintegrasi dengan machine learning dan natural language process. Maka, tidak hanya keyword yang bisa dikenali, bentuk-bentuk kalimat berbahasa Indonesia juga mampu direspon pada percakapan chatbot tersebut. Tenang saja, chatbot tak akan menjawab pertanyaanmu dengan asal-asalan.
Hal yang menarik dalam chatbot ini yaitu chatbot tidak akan lepas sendiri dalam mempelajari kebutuhan pengguna, tapi tetap disupervisi oleh Botika sehingga setiap pertanyaan yang membutuhkan respon mampu berada pada konteks. Percakapan yang selanjutnya terjadi di Line juga mampu terjaga kerahasiaannya.

layanan chatbot Botika yang digunakan oleh brand Sehat Aqua
Keberadaan chatbot juga tidak disia-siakan oleh brand ternama seperti Aqua. Melalui fanpage facebook dengan akun Sehat Aqua, chatbot digunakan untuk melayani komentar para pengikut akun tersebut yang berjumlah lebih dari 2 juta pengikut. Dalam obrolan antar pengikut dan asisten virtual, terlihat percakapan yang sangat cepat untuk memberitahu kabar terkini sekaligus informasi kegiatan yang sedang dilakukan oleh brand Aqua.

  keunggulan chatbot Botika sebagai aplikasi buatan anak Indonesia

Dari beberapa perusahaan besar yang sudah bekerja sama, aku semakin yakin bahwa Botika mampu menangani klien dengan baik. Tantangan pengembangan produk juga terus dilakukan oleh Botika untuk memahami penggunaan bahasa Indonesia yang kadang hadir memulai percakapan dengan ejaan seadanya. Selebihnya, aku menangkap ada 4 keunggulan yang diperoleh jika menggunakan layanan chatbot Botika, terdiri dari:







1.   Pendekatan dan pelayanan terhadap customer begitu cepat 
   Beberapa informasi kadang dibutuhkan oleh konsumen dengan respon yang lebih cepat. Jika harus menunggu customer service yang masih manual, maka kita akan mendapat respon yang sangat lambat. Melalui obrolan pada chatbot, kita mampu memperoleh jawaban sesuai dengan apa yang ditanyakan. Operasional chatbot bisa memberi respon dalam hitungan detik selama konsumen berada pada jaringan internet yang stabil.

 2.   Kemudahan interaksi dengan Bahasa Indonesia 
   Interaksi konsumen dan tim bisnis diperlukan untuk membuat keterikatan hubungan yang terjalin dengan baik. Chatbot mampu memberi interaksi dua arah yang mampu menjawab kebutuhan konsumen dengan mudah.
   Misal, saat kita sedang berbelanja secara daring. Tentu untuk mendapat referensi produk terbaik, kita akan menanyakan apakah stok produk tersebut tersedia atau tidak. Melalui chatbot, kita akan mendapat pengalaman belanja yang lebih nyaman seperti saat kita bertemu langsung dengan pemilik toko tersebut. 

3.   Mengurangi biaya operasional dan meningkatkan penjualan 
  Jika memakai jasa customer service, maka pemilik bisnis harus menghitung berapa biaya lembur untuk mempekerjakan karyawan di luar jam kerja. Selain batasan waktu, faktor lelah juga kadang menghambat para customer service bisa melayani konsumen dengan optimal.
   Berbeda dengan chatbot, pelayanan bisa tetap prima karena sistem sudah mengatur selama 24 jam. Layanan Botika memiliki 2 jenis chat, yaitu chat console dan broadcast message. Chat console merupakan chat langsung kepada pengguna. Sementara fitur broadcast akan mengirim jenis pesan yang sama kepada 1000 pelanggan atau lebih dengan auto scheduled secara berkala. Berarti, konsumen bisa lebih puas dengan layanan bisnis yang diberikan sehingga kuantitas produk akan semakin banyak terjual karena informasi bisa didapat secara maksimal. 

4. Analisis data konsumen yang kompleks bisa lebih terstruktur 
   Bisnis yang berkembang akan memerlukan consumer engagement sebagai standing position untuk kemajuan bisnis ke depan. Jika mengandalkan kemampuan customer service yang dipegang oleh manusia, bisa saja pemilik bisnis harus menghadapi kondisi human error. Seperti saat CS tersebut sedang malas, emosi, atau tidak masuk kantor. Oleh karena itu, data yang diperlukan terkadang harus menunggu lebih lama. Melalui chatbot, semua masalah akan teratasi karena pemilik bisnis mampu menarik data dengan cepat atas pertanyaan atau keluhan yang disampaikan oleh konsumen.
    Botika memiliki fitur Chatbot Analytics yang mampu memberi rincian statistik pengunjung atau pengguna chatbot. Pemilik bisnis bisa mendapat laporan secara real time terhadap jumlah pesan masuk atau percakapan yang terjadi, jumlah user yang menggunakan layanan chatbot untuk berkomunikasi, dan resume kinerja chatbot terhadap aktivitas pelanggan lain secara online.


Ditto Anindita sebagai Founder dan CEO Botika
      Dari pekerja kantoran menjadi pekerja lepas, membuat aku juga merambah dunia bisnis online. Berhubung aku mengelola bisnis online, maka aku sempat terpikir untuk menggunakan layanan chatbot dari Botika. Begitu banyak manfaat yang terasa atas inovasi teknologi yang diberikan.
      Chatbot mampu mengambil bagian pada komunikasi repetitif yang sebelumnya dikerjakan manusia. Kemampuan percakapan pada aplikasi ini bisa menjadi solusi dunia bisnis dikemudian hari. Semua obrolan akan berlangsung secara natural karena chatbot bukan sekadar menggantikan profesi customer service saja, melainkan bisa menjadi teman bagi manusia.
       Jadi, efisiensi chatbot akan membuat madesu (masa depan suram) para pekerja customer service yang ada di Indonesia. Chatbot lebih memungkinkan keterlibatan berkelanjutan yang bisa menggali lebih dalam kebutuhan konsumen melalui percakapan reguler. Perlahan tapi pasti, semua sedang terjadi. Tinggal bagaimana kita menghadapi dan menyikapi tuntutan zaman pada era digital terkini.
Botika Chatbot try to find your business problem and find a way to solve it.

12 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  2. Hmm chatbot juga harus problem solver ya, nggak cuma follow up follow up aja karena walaupun mudah customer juga butuh selesai dg cepat

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benar juga, kak Marfa. Chatbot itu memang harus dipantau manusia juga supaya ada sisi controlling'a ya..

      Hapus
  3. Sekarang memang banyak yang pakai chatbot. Tapi aku pribadi ya lebih nyaman ngadu langsung sama orang, bukan mesin. Dulu pernah ngurusi masalah Pelanggan dan jelasin ini itu juga. Jadi Customer Service tuh kudu strong dan tabah

    BalasHapus
  4. Zaman sekarang memang serba digital ya, Mas. Semua sudah lebih mudah dengan bantuan teknologi. Dulu, mau makan aja, harus keluar, sekarang bisa pesan aja di aplikasi. Begitu juga dengan costumer service. Tapi, susah juga sih kalo dia tidak gercep gimana. Kadang, kita juga gak tau apakah customer yang ngirim itu memang niat buat ngirim apa sekadar prank doang.

    BalasHapus
  5. Ah ya. Aku biasanya pake chatbot. Ya sama kayak ngobrol dgn CS. Bedanya ya lisan dan teks. Menurutku teks lebih enak. Terekam. Bisa upload file.

    BalasHapus
  6. memang bagi perusahaan akan sangat menghemat pengeluaran, tapi menurutku costumer servive manusia lebih punya "hati" melayani berbagai keluhan secara manusiawi. tak sekedar retorika yang membuat orang tambah emosi

    BalasHapus
  7. Wah padahal Eny pengen bgt loh kerja di bank dibagian CS,apakah akan mulai bimbang sekarang hhe

    BalasHapus
  8. Kehidupan menjadi costumer service itu kerad banget ya kak dan penuh perjuangan banget apalagi kalo dibagi shift dan kedapetan shift malem ga enak banget rasanya

    BalasHapus
  9. Tapi customer service tetap dibutuhkan dimana-mana sih. Misalnya di mall kan selalu ada pusat informasi atau customer service. Kalau online mungkin buat kalangan penjualan.

    BalasHapus
  10. Iyaya...kebayang ke depannya makin banyak profesi yang digantikan dengan kemajuan teknologi.
    Namun makin banyak juga palangan kerja tak terbatas, kaya jadi yutuber.
    hehehe...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Maaf...palangan tuh maksudnya lapangan.
      Ya Allah,
      Chatbot nya gak bener kalo nulis, hahha~

      Hapus