Blogger Eksis mendapat undangan dari IDN Media untuk hadir dalam short movie screening and panel discussion pada hari Sabtu, 6 Agustus 2022. Ada dua film pendek karya anak bangsa yang dipertontonkan, yaitu Udin’s Inferno dan Makassar is A City for Football Fans (Lika Liku Laki). Sementara sesi diskusi tentu menghadirkan tiga sineas film pendek seperti Yogi S. Calam (Director Udin’s Inferno), Candra Aditya (Sineas film pendek), dan Susanti Dewi (Produser IDN Pictures). Santai sore juga dipandu moderator Alexander Matius (Programmer Kinosaurus)
Kegiatan nonton bareng dan diskusi film pendek cukup seru. Para undangan yang hadir begitu antusias memberi pertanyaan, baik film pendek secara umum atau makna-makna khusus dibalik adegan film pendek yang sudah ditonton. Berbagi pengalaman dan pengetahuan baru pun makin asyik. Semua konsep acara dikemas dalam bentuk “make it short, but not least”.
Menurutku,
kedua film pendek yang dipertontonkan punya benang merah yang hampir sama
yaitu PERUNDUNGAN. Udin Inferno’s lebih menyentuh hal-hal sensitif yang
bersifat agama dengan latar belakang etnis Betawi didalamnya. Sementara film
pendek Lika Liku Laki lebih menyasar toxic masculinity dalam lingkup
pergaulan etnis Bugis yang diangkat sebagai standar sikap sosok lelaki.
Berikut ulas singkat dari kedua film pendek ini.
Ulas Film Pendek Udin Inferno’s
Acara
diawali dengan nonton film Udin Inferno’s yang baru saja mendapat penghargaan Gary
L. Hayes Award for Emerging Indonesian Filmmaker. Sekaligus film ini
berhasil terpilih sebagai Official Selection for Bali International Film
Festival 2022.
Konsep
film Udin’s Inferno jadi menyenangkan saat bahasa sinema menceritakan
perdebatan surga dan neraka versi anak-anak. Balutan ide cerita ringan seorang
anak bernama Udin yang punya keinginan menghapus tato ayahnya menjadi inti
cerita film. Udin terus dibully saat ikut mengaji dan mendapat pengaruh
kuat dari buku cerita (komik) siksa neraka yang sering dibaca.
Adegan
pertentangan tak hanya tampil antara ayah dan anak. Ribut antar sesama tetangga
yang menempelkan bendera ForKaBi versus atribut Pemuda Pancasila juga
didramatisir untuk menyentil apa yang terjadi disekitar kita. Tingkah polah
anak yang sering ditakut-takuti dari hal disekitarnya dan pola pergaulan dalam
pengajian juga cukup mengena untuk bangkitkan emosi tokoh.
Pembangunan
plot yang baik disajikan sampai akhir cerita yang tak terduga. Otot-otot sinema visual seperti panasnya neraka juga hadir menampilkan bahasa gambar yang kaya.
Sebagai film pendek produksi pertama IDN Pictures, pakem film ini berhasil
mengalir netral sampai ke bangku penonton.
Ulas Film Pendek Lika Liku Laki
Karya film Lika Liku Laki sebelumnya mendapat penghargaan
khusus dewan juri dalam FFI 2021. Dari judulnya, film pendek ini berhasil merumuskan
ide dan premis yang tak biasa. Karya seolah tercipta sebagai perwujudan keresahan
yang dialami tokoh utama dan terkungkung dalam budaya toxic masculinity
(tekanan budaya bagi kaum pria untuk berperilaku dengan cara tertentu)
Perpaduan visual dan audio berhasil mendefinisikan
seorang lelaki bernama Akbar yang sebenarnya feminim atau punya orientasi
seksual lain justru harus bergabung dalam suatu klub bola yang dicintainya.
Entah motivasinya memang suka bola atau ada dorongan seksual lain sehingga Akbar
bisa bertahan dalam pergaulan tersebut. Adegan makin bernas ketika maskulinitas
juga diisi dengan dialog-dialog tentang ukuran Mr. P, obat kuat, dan godaan
terhadap perempuan disekitar mereka.
Aktor utama sangat memainkan emosi dengan baik. Ia
berhati-hati dalam bersikap dan mampu mendeliver olah rasa untuk
ditampilkan kepada penonton. Mau tidak mau bahasa Makassar juga menghiasi
dialog sepanjang film. Aku melihat struggle and expect pada sosok Akbar berhasil
bangun konstruksi sosial yang pada akhirnya tanpa disadari ada benturan maskulinitas
dalam diri setiap individu.
Dibanding
film pendek pertama tentu aku lebih tertarik dengan film pendek yang kedua.
Keresahan berhasil disampaikan sesuai dengan kebutuhan inti cerita dan setiap
adegan mampu merepresentasi apa yang ada didalam diri tokoh sehingga tak ada
kesan menggurui. Selamat untuk kedua film pendek tersebut yang masuk dalam Official
Selection Sundance Film Festival 2022.
Sudah sewajarnya film pendek mendapat tempat dihati para penggemarnya. Disinilah kita bisa melihat bahwa setiap film pendek punya potensi kebebasan menyampaikan hal yang berkesan walau terkesan singkat. Lebih dari itu, film pendek selalu buka ruang berkomunikasi untuk memantik diskusi yang berisi tentang suatu ideologi. Bahkan ke depan, film pendek seharusnya sudah mengarah pada unsur komersialisasi sehingga tak memberatkan para pegiat film indie untuk terus berkarya meski semua proses kreatif dilakukan secara mandiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar