Patahkan Stigma Mereka yang Berlindung Dibalik Agama
Setelah tayang di Jakarta Film Week dan Jogja Netpac Asia Film Festival (JAFF) 2023, film Tuhan Izinkan Aku Berdosa akhirnya rilis secara komersial di bioskop bulan Mei tahun 2024. Film garapan sutradara Hanung Bramantyo ini berani ungkap sudut pandang sosok yang terlihat taat beragama justru tak mampu bertindak baik sehingga memunculkan stigma di mata masyarakat. Sekilas, premis film ini mirip dengan karya mas Hanung sebelumnya bertajuk Doa yang Mengancam.
Novel yang sempat kontroversial berjudul Tuhan Izinkan Aku Menjadi Pelacur karya Gus Muh dianggap sebagai kisah nyata berasal dari pengalaman pribadi seseorang. Novel tersebut diadaptasi ke dalam sebuah film Indonesia berjudul Tuhan, Izinkan Aku Berdosa. Film religi ini ceritakan sosok hamba yang patah hati dengan Tuhannya.
Dari kisah di pesantren, kuliah, dan pekerjaan Kiran (Aghniny Haque) selalu menemui orang-orang bertopeng agama alias munafik. Ia sering dikhianati orang-orang sekelilingnya yang sudah dipercaya. Ia merasa Tuhan sudah terlalu jauh menghukumnya. Entah gelimang dosa apa yang diperbuat sehingga Kiran patah hati sampai benci terhadap Tuhan yang padahal Ia yakini.
Kiran menantang
Sang Pencipta. Tak lupa, Ia berbalas dendam kepada si penguasa yang punya borok
begitu rapi terbungkus penampilan sok religi. Kiran berubah jadi pelacur. Kerudung
panjang yang menutupi aurat siang hari justru terbuka lebar saat menjelma jadi
penggoda saat malam hari.
Tak tahan lagi, Kiran masuk dalam gelap dunia meski harus berlindung dengan pakaian yang sesuai ajaran agama. Mungkinkah Kiran bisa hirup kebebasan atas perlakuan orang-orang disekelilingnya atau Ia bakal tersesat untuk selamanya?!
Film religi ini
memang agak berani mengendalikan narasi terhadap sosok santriwati dari sebuah
pesantren yang menghadapi kasus kekerasan seksual. Ada sesuatu yang benar dan
ada hal yang dianggap salah meski novel yang terbit tahun 2003 lalu sempat
ditarik karena terlalu menyinggung kelompok tertentu yang berlindung atas nama
agama.
Aku memang belum
pernah membaca novelnya dan tak bisa membayangkan filmnya akan seperti apa.
Tapi, saat melihat poster film ada sosok perempuan berkerudung sedang merokok
tentu itu jadi hal yang agak tabu dalam kalangan masyarakat tertentu. Sementara
menurutku justru sudah jadi hal lazim karena beberapa teman yang aku kenal
justru bertindak seperti Kiran.
Dari durasi 117
menit, penonton bisa melihat sosok-sosok seperti apa yang tampak religius, tapi
justru belum memegang teguh unsur spiritualitas dalam hidupnya. Mereka hanya
menunjukkan dalam penampilan yang alim dan rapi, tanpa merasa terikat pada
ajaran agama atau doktri yang dianutnya. Butuh keimanan yang tebal memang untuk
pahami film itu sebab kalau kita hanya anggap Tuhan itu ada, lantas kenapa kita
masih bisa sesuka hati berbuat maksiat tanpa harus diawasi oleh keberadaan-Nya?!
Esensi religi
yang dihadirkan dalam film masih sesuai konteks dan terlihat jelas sampai
akhir. Hanya saja ada beberapa adegan penyesalan yang tidak logis. Misal saat
Kiran dan Hudan harus mendaki gunung tanpa bawa persiapan. Momen ini harusnya
menjadi puncak luapan kekecewaan dari sisi Kiran yang menyadari bahwa agama
bisa dikatakan baik saat kelakuan penganutnya juga bisa baik sementara akan
terlihat buruk bila amarah, fanatisme, kekakuan, angkuh, dan munafik masih
bersekongkol dalam diri.
Hubungan mahasiswi
dan dosen seperti Kiran dan Tomo juga perlu digali lagi. Meski mereka terkesan
bersembunyi diantara yang lain tapi seharusnya bisa dipatahkan dengan
keseharian yang masih relevan di kelas atau hal-hal yang membuat Kiran begitu
jatuh hati pada sosok dosennya tersebut. Minimal, ada sebab akibat dalam tiap
hubungan yang terjalin.
Untungnya, penonton
bisa ikut rasakan patah hati Kiran seperti apa Ia coba bertahan hidup. Kiran
yang merasa dikhianati sampai puas menuntaskan dendamnya. Kegigihan tersebut
berhasil dimainkan aktris berbakat, Aghniny Haque. Aktingnya mampu meyakinkan
penonton dengan ekspresi sedih, senang, tertekan, sampai harus memancarkan aura
penggoda dihadapan lelaki hidung belang. Totalitas yang membuat karakter Kiran
makin hidup.
Beberapa pemeran
lain juga tampil memukau dalam film ini. Ada Andri Mashadi sebagai Da’rul,
Nugie sebagai Alim Suganda, Donny Damara sebagai Tomo, Samo Rafael sebagai
Hudan, Djenar Maesa Ayu sebagai Ami, dan Keanu Angelo sebagai pemilik salon. Aku
paling suka saat adegan cinta satu malam antara Kiran dan Da’rul yang jadi scene
stealer untuk film ini.
Emosi yang naik turun
mampu ajak penonton untuk lihat fakta sekitar kita bahwa masih banyak oknum
yang kelihatan religius, tapi punya perilaku yang justru tidak bagus. Ada
tabiat yang ditutupi dengan atribut agama. Lantas, kadar keimanannya terhadap
Tuhan tentu patut dipertanyakan.
Kita harus renungkan kembali apa karena kita sudah beragama atau terlihat religius, lantas kita sudah termasuk orang baik? Justru tindakan dalam keseharian yang akan menentukan kadar baik dan buruk. Dari film yang ditulis skenarionya oleh Ifan Ismail, penonton bakal diingatkan untuk tak kalah saat hadapi cobaan hidup apalagi sampai menantang Tuhan. Meski hati atau pikiran kita sering dipatahkan sesama manusia, tapi menjaga akhlak tentu lebih penting daripada menjaga penampilan yang sok religius.
Film Tuhan, Izinkan Aku Berdosa sangat relevan terhadap orang-orang yang berusaha mempertahankan harga diri dan kesucian agama. Meski bakal menemui kehilangan asa karena problema hidup yang tidak baik-baik saja. Tapi, film Indonesia kolaborasi MVP Pictures dan Dapur Films berhasil patahkan stigma untuk mereka yang berlindung dibalik agama. Mungkin kita kadang PATAH HATI sama TUHAN tapi ingat jangan pernah berpaling padaNya!
Sepertinya seseorang yang mengutamakan citra diri tapi tidak mencintai Tuhannya yang termasuk munafik. Namun, jika dalam hati ada niat kuat untuk terus memperbaiki diri dan banyak taubat, meskipun terus menyembunyikan dosanya, tidak termasuk munafik. Justru memang Allah sendiri ingin kita menyembunyikan aib/dosa kita dari manusia.
BalasHapusSetuju dengan pernyataan dari Kak Iim..
HapusKarya Muhidin M Dahlan ini memang bukan karya kaleng kaleng, saya punya satu buku karyanya, habis saya baca walaupun bukan fiksi. Layak difilmkan. Nah saat disutradarai Hanung, tambahlah kekuatan magis dari novelnya. sukses buat penulis dan filmnya ya...
BalasHapusMakin penasaran untuk baca novel yang punya kekuatan magis itu. hhe
HapusAku pernah baca novel tuhan izinkan aku menjadi pelacur ini. Waktu baca memang kaget banget karena kontennya bener-bener sensitif. Masuk akal Kalau novel ini sempat dilarang. Tapi aku percaya kalau kisah ini memang dari kisah nyata.
BalasHapusIya. Aku juga pernah bertemu dengan teman yang tabiatnya seperti Kiran ini..
Hapuskemarin tetangga di rumah lamaku banyak yg rame2 nobar film ini di bioskop nih, bagus kah filmnya? apalagi diangkat dari buku juga kan ceritanya. kayaknya aku nunggu dia masuk aplikasi streaming deh baru bs nonton hehe
BalasHapusAkting para pemainnya cukup meyakinkan. Kalau dari segi cerita sepertinya mengundang kontroversi agama juga.
HapusWah, film baru ini ya. Menarik judulnya dan termasuk berani juga mengangkat tema yang jadi keresahan banyak orang. Seiring dengan semakin terbukanya informasi, berita, dan cerita yang ada di sekitar kita, mengungkap bahwa ada fenomena bahwa tak semua yang berpakaian religius ternyata bisa sesuai menerapkan ajaran agamanya dengan baik.
BalasHapusBetul. Kembali lagi bahwa kita tak bisa menilai seseorang hanya dari penampilannya saja..
HapusSaya akhirnya baca bukunya setelah nonton filmnya. Buatku novelnya flat karena sudut pandangnya kontemplatif Kiran terhadap Tuhan. Hanung membuatnya menjadi lebih magic dengan banyak konflik eksternal dengan menciptakan banyak lingkungan sosial dan juga karakter yang tidak ada di bukunya.
BalasHapusOalah. Ternyata sutradara sampai buat character development untuk film Tuhan Izinkan Aku Berdosa ini. Terima kasih infonya, Kang Raja.
HapusMenurutku ini memang jadi gambaran di dunia nyata, terlihat alim di luar tapi di dalamnya ternyata tidak sesuai.
BalasHapusYa begitulah. Hidup yang kadang harus patuh terhadap ajaran agama, tapi disisi lain harus patah karena takdir yang tak sesuai isi kepala.
HapusSaya sudah nonton film ini yang menjadi film dengan rating sempurna dari saya yakni 10/10!
BalasHapusKeren banget sih ini film, mengangkat isu sosial yang underground dan sangat berani banget. Hampir ga ada celah buat saya mengkritik atau "menghujat" film ini karena memang baguuuusss pooooooooooollll
Pengembangan karakter yang meyakinkan memang untuk film yang angkat isu sensitif bernuansa agama. Untungnya gak ada intrik pemboikotan dari mana-mana.
Hapusjujur penasaran sih sama film ini apalagi filmnya juga bertahan cukup lama ya di bioskop berarti banyak yang mau nonton
BalasHapusIya. Tapi, sayangnya jumlah penonton film religi ini tak mampu tembus sejuta penonton.
HapusAga takut sama sutradara yang berani mengangkat isu sensitif seperti ini. Bukan aku gak memandang dunia ini penuh warna. Namun pada akhirnya, lesson learn apa yang diperoleh penonton ketika mendapatkan sebuah tontonan.
BalasHapusSedih sii..
Kudunya yaa.. kudunya nih, ketika kamu dekat dengan Tuhan dan memiliki Iman Islam Ihsan, berbuat dosa setitik aja uda merasa bersalah luar biasa. Dan mengenai luka yang ditimbulkan akibat pelecehan di lingkungannya, ini berat.
Justru di titik inilah konflik batinnya yaa..
Aah, jadi penasaran sama filmnya nih...
Nah, itu poinnya. Ada pertentangan batin untuk mempertanyakan kembali sebatas apa kadar keimanan dan ketakwaan yang kita jalani saat kita masih percaya adanya Tuhan dalam kehidupan ini..
HapusWah ternyata seru juga ya. Ada konflik batin di dalamnya. Duh, jadi penasaran pengen ntn juga
BalasHapusMakanya para penonton bisa diajak resapi seperti apa saat patah hati sama Tuhan?!
HapusJadi penasaran deh sama film ini jadi pengen nonton deh kayaknya bagus bngt
BalasHapusBukan cerita yang bagus banget sih. Tapi pendalaman karakter seorang perempuan yang seolah menuntut keadilan dalam hidup kepada Tuhan begitu kuat disampaikan dalam film ini secara visual.
Hapusentahlah saya kurang suka film-film sekarang yang maunya ngangkat tema religi tapi justru mengaburkan semangat ketaatan di dalamnya. mungkin perlu riset lebih banyak untuk yang mau bikin film. oh iya, kalu tujuannya buat cari uang ya begitulah kualitas jadi nomer sekian, tetapi kalau ada misi khusus misalnya edukasi lah gitu pasti hasilnya beda. tinggal tanyakan aja sama yang bikin film
BalasHapusKetika tema religi dikaitkan dengan adegan atau karakter yang berhubungan seks secara bebas memang kesannya agak kabur. Tapi, itulah yang terjadi dalam realita masyarakat kita hari ini. Tinggal seperti apa sebagai penonton bisa meresapi pesan yang mau diambil dari sisi sebelah mana yang lebih berisi.
Hapus