Tulis yang kamu cari

Analytics

Adv

Lebih Baik Pencegahan daripada Pemadaman KarHutLa

Kebakaran hutan dan lahan (KarHutLa) di tengah pandemi Corona
Corona & KarHutLa (sumber: akun IG @sipongi_klhk)

Nafasku terhembus
disetiap sudut
di hutan rimba belantara

Ragaku terjaga
dan terlindungi oleh
sejuk rimbun pepohonan

Oooh …
Oooh …

     Lagu Hutan dari Jikustik selalu menemani langkah Blogger Eksis saat jelajah ke beberapa hutan yang ada di Indonesia. Aku pernah jelajah hutan untuk melihat pelestarian Owa Jawa. Selain itu, aku pernah menyusuri beberapa hutan untuk mengunjungi ekowisata demi mendapat panorama curug atau air terjun yang masih alami. 

   Perjalanan ke hutan yang penuh uji adrenalin itu telah aku lewati. Suasana asri dan udara segar sering menyambut kedatanganku. Aku pun sadar bahwa hutan harus tetap terjaga agar bumi bisa diselamatkan sebelum binasa.
      Seperti yang kita ketahui, suhu bumi semakin panas. Sebentar lagi kemampuannya akan mencapai batas. Jika bumi tewas, kita sebagai manusia akan menjadi korban nahas. Namun, pencegahan bisa dilakukan supaya terhindar dari petaka kehancuran.
Lingkungan itu tempat kita bertemu. Dimana kita semua punya kepentingan bersama dan tugas utama untuk melestarikannya. Manfaat hutan bagi manusia dan lingkungan bukan hanya mitos. 
    Hutan merupakan sumber daya alam terbesar di bumi. Selain ‘pohon kehidupan’ hutan disebut kunci keberlangsungan hidup karena menjadi rumah bagi sebagian besar keanekaragaman hayati. Hutan menjadi penyangga hidup manusia soalnya sumber makanan dan obat-obatan bisa didapat dari sana. 
   Tapi, musim kemarau yang memperluas kekeringan mulai mengancam Indonesia. Kekeringan bisa menyebabkan terjadi kebakaran hutan dan lahan (KarHutLa). Bencana kabut asap yang menyebabkan karhutla telah terjadi puluhan tahun. Lama-kelamaan krisis ini sangat memengaruhi kondisi iklim global.
  Belum lagi pandemi Corona masih melebar jangkauan penularannya. Suhu bumi yang tidak stabil bisa memengaruhi kesehatan manusia pula dan mendatangkan penyakit yang tidak diduga. Hutan, kita, dan lingkungan semakin terancam.
Relakah kita kehilangan hutan saat udara bersih susah didapatkan?
   Demi membuka wawasan ku terhadap perkembangan hutan dan udara di tengah pandemi ini, aku mendengar podcast KBR Prime. Ada program Ruang Publik yang menghadirkan dua narasumber yang kompeten dibidangnya. Anis Aliati (Kasubdit Pencegahan KarHutLa Direktorat PKHL, DitJen Pengendalian Perubahan Iklim) dan Profesor Bambang Hero Saharjo (Guru Besar Perlindungan Hutan, Fakultas Kehutanan IPB).
   Kebakaran hutan dan lahan nyatanya bukan hanya kejadian alami. Penyebabnya justru ada yang berdasar aktivitas manusia, baik masyarakat atau korporasi. Hutan dibakar secara sengaja sehingga satwa liar juga banyak yang menderita.
Ibu Anis Aliati mengajak pendengar untuk lihat kembali data titik api atau titik panas di Indonesia. Hal ini penting dipahami sebagai indikator kebakaran hutan yang mendeteksi suatu lokasi karena memiliki suhu relatif tinggi dibanding suhu sekitarnya. Dari situ, kita bisa melihat daerah-daerah yang masuk musim kemarau atau kekeringan.


Titik panas di Indonesia sebagai indikator kebakaran hutan
Data titik api terkini (sumber: BMKG)

     Selama ini, media hanya ekspos wilayah Sumatera dan Kalimantan yang dianggap rawan kebakaran hutan dan lahan. Padahal masih banyak wilayah-wilayah lain yang terancam. Alasan Sumatera dan Kalimantan lebih banyak pemberitaan karena luas lahan gambut yang besar dan dua wilayah tersebut berbatasan langsung dengan negara tetangga.

     Sebenarnya Pemerintah Pusat telah bekerja keras untuk menyelamatkan hutan Indonesia. Meski ada re-focusing anggaran karena dana digunakan untuk penanganan Covid-19. Beberapa kegiatan sosial tetap dilakukan seperti penyemprotan disinfektan dari bahan organik untuk kawasan hutan. Dalam menambal anggaran tersebut, KLHK menjalin kerjasama dengan beberapa mitra.
     
     Tapi, apa yang dilakukan pusat kadang tak sinkron dengan daerah. Masih ada modus pemerintah daerah yang mau menerbitkan izin bagi korporasi yang ingin membuat usaha tambang atau sawit. Imbasnya, hutan hancur karena asap mengandung gas beracun dan kebakaran tak bisa dihindarkan. Banyak hak-hak warga yang juga dikesampingkan.


Dampak berantai kebakaran hutan dan lahan di Indonesia
Profesor Bambang menegaskan “Kuncinya pada PENCEGAHAN sebelum kebakaran itu terjadi. Harus ada Early Warning System (EWS). Hal ini harus diperhatikan tidak hanya pada Pemerintah Pusat, tetapi juga Pemerintah Daerah harus tampil sebagai garda depan agar sejalan
      Bukan hanya sekadar gertakan, sanksi pidana dan perdata juga sudah ditegaskan. Tapi, masih banyak korporasi yang bermain api. Mereka membekap masyarakat dengan asap demi kepentingan komersialisasi.
     Semoga kita bisa lebih sadar bahwa api itu tidak muncul dengan sendirinya. Perlindungan terhadap hutan dan lahan gambut secara maksimal bisa mencegah bencana kebakaran asap yang mengancam hidup kita sebagai manusia. Sudah waktunya kita tingkatkan kesadaran supaya tidak merusak lingkungan. Udara bersih itu menjadi hak asasi dasar yang harus dipatuhi dan dijamin oleh undang-undang.
       Dalam siaran tersebut juga sempat diputar rekaman wawancara dengan dr. Feni Fitriani (Ketua Pokja Paru dan Lingkungan, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia). Beliau mengatakan “udara yang tidak bersih akan memengaruhi risiko terinfeksi virus Covid-19”. Kalau sudah begitu indeks pencemaran udara karena asap KarHutLa turut mengancam di tengah pandemi ini.
      Kebakaran hutan dan lahan mengakibatkan berkurangnya sumber air bersih dan bencana kekeringan karena tidak ada lagi pohon untuk menampung cadangan air. Lebih parah lagi, tanah bekas kebakaran hutan bisa mengering sehingga tanah tidak bisa melakukan penyaringan air bersih. Kondisi demikian berdampak pada pemanasan global dan perubahan iklim.


Inisiasi yang dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
  Musim kemarau di depan mata, semua harus siaga. Sinergitas pengendalian KarHutLa diperlukan supaya bisa saling menjaga. Semua wajib terlibat supaya ada sikap tanggung jawab bersama.

    Keberagaman menjadi kekayaan yang dimiliki Indonesia. Apalagi diiringi dengan jaga hutan bersama lintas sosial, budaya, dan profesi. Dengan begitu cinta kita terhadap hutan bisa terjadi secara natural. Camkan bahwa jaga hutan sebagai identitas kebangsaan.
Saatnya bersatu, bergerak, dan beraksi bersama sekarang.
Ayo, jaga hutan Indonesia! 
Blogger Eksis ikut jaga hutan di Indonesia
Menikmati kedamaian yang tercipta
Merasakan keindahan, hijau dunia

Saya sudah berbagi pengalaman soal perubahan iklim. Anda juga bisa berbagi dengan mengikuti lomba blog "Perubahan Iklim" yang diselenggarakan KBR (Kantor Berita Radio) dan Ibu-Ibu Doyan Nulis (IIDN). Syaratnya, bisa Anda lihat #PerubahanIklimKBR

Tidak ada komentar:

Posting Komentar